Di tengah memanasnya konflik satwa dan masyarakat di Kabupaten Tebo, Jambi, kembali dilaporkan gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) mati mengenaskan.
Dua gajah sumatera ditemukan mati dalam kondisi kepala terputus di sekitar kebun sawit masyarakat Desa Tanjung, Kecamatan VII Koto, Selasa ini (18/11). Penyebab pasti kematian masih ditelusuri.
Berdasarkan pantauan di lokasi, dua gajah jantan muda itu tergeletak tanpa kepala. Tubuhnya digerogoti belatung. Salah satugajah ditemukan di sekitar kebun plasma PT Sumbar Andalas Kencana, sedangkan bangkai gajah lain berjarak 30 meter, berada di dalam parit gajah selebar 2,5 meter. Sisa tulang tengkorak ditemukan satu meter dari tubuh gajah.
Kematian kedua gajah diperkirakan sepekan lalu. ”Sangat mungkin dibunuh, gadingnya diambil,” kata Komandan Polisi Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi yang juga Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia Krismanko Padang, di lokasi kejadian.
Penyidik BKSDA Jambi dan Kepolisian Resor (Polres) Tebo menyisir lokasi dan mendapati sisa pembakaran di dekat gajah. Mereka juga menemukan pecahan tulang gajah di sekitar abu pembakaran. Kepala gajah diduga dibakar di tempat tersebut setelah diambil gadingnya.
Penyidik juga mendatangi pondok petani pekerja, tak jauh dari lokasi tewasnya gajah. Sugi (20), petani, mengatakan, ia tak berada di pondok saat gajah mati. Namun, ia tahu ada sekelompok orang masuk kebun saat 30-an gajah melintas. Orang-orang itu menghalau gajah, tetapi dua gajah berlari terpisah dari kelompoknya, yang diduga kemudian dibunuh.
Krismanko mengatakan, pihaknya menduga, gajah mati disebabkan konflik tak terselesaikan. Keberadaan kelompok gajah di sekitar Desa Tanjung sudah dilaporkan masyarakat sejak awal bulan ini.
Gajah mati disebabkan konflik tak terselesaikan.
Namun, katanya, belum ada upaya memadai untuk menyelamatkan gajah dari konflik, misalnya dengan memandu gajah menjauh dari kebun dan permukiman.
Pihaknya juga memperkirakan ada keterkaitan antara konflik dan peningkatan aktivitas perburuan liar.
Rangkaian konflik
Tahun lalu, kelompok gajah yang sama yang biasa melintasi ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), Tebo, kembali ditemukan menjelajahi sekitar Desa Tanjung sehingga menimbulkan konflik dengan masyarakat. Saat itu, masyarakat dan para konservator satwa bergabung menghalau gajah menjauh dari kebun sawit warga.
Namun, upaya-upaya penghalauan gajah liar secara sistematis tak selalu dilakukan. Tak jarang, masyarakat menghalau gajah secara mandiri yang bisa berujung kematian. Ujung-ujungnya, populasigajah liar berkurang.
Hingga tahun ini, populasi empat kelompok gajah sumatera di ekosistem TNBT berjumlah sekitar 110 ekor. Tiga kelompok diketahui bergabung dalam jumlah sekitar 80 ekor. Penyebab bergabungnya tiga kelompok gajah itu diduga terkait kian terdesaknya gajah dari wilayah jelajahnya yang berubah menjadi jalan, permukiman, dan kebun monokultur.
Saat ini, sekitar 80 persen habitat gajah di wilayah itu rusak, menyisakan 25.000 hektar areal hutan dalam kondisi terancam aktivitas perambahan liar.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR