Pasar Santa yang kini menjadi buah bibir anak muda Jakarta membuat saya penasaran seperti apa rasa dan suasana nongkrong di sana. Nah, ketika mendapatkan kesempatan peliputan, saya pun langsung menuju lokasi itu.
Setiba di Pasar Santa, saya heran dengan melihat sekelilingnya. Sempat tidak yakin Pasar Santa yang menjadi tempat nongkrong kaum hipster Jakarta, ternyata benar berada di dalam sebuah pasar. Tanpa berpikir panjang, saya langsung menuju ke lantai satu atau yang saat ini biasa disebut food court.
Saat berada di lantai satu, saya heran melihat semua kios tertutup. Saya berkeliling ke semua kios di lantai tersebut dan ternyata hanya dua kios makan yang terbuka dan sedang melayani pengunjung yang datang. Selain kios makan, ada dua kios penjahit baju, dan satu kios piringan hitam. Ada pula kios yang sedang dilakukan pengerjaan dekor, mungkin kios itu akan dibuka akhir pekan ini.
Melihat hampir semua kios tertutup, saya berpikir mungkin karena saya datang terlalu awal, sekitar hampir pukul tiga sore. Bahkan saat jarum jam sudah menunjukkan pukul empat sore, kios-kios itu belum juga buka. Saya berpikir, mungkin saya datang di hari yang salah, dan ternyata memang benar.
!break!
Menurut seorang satpam yang sedang berkeliling melihat suasana lantai satu. Ternyata Pasar Santa ini mempunyai jadwal ramai sendiri, yaitu hari Rabu sampai hari Minggu. Waktu bukanya pun mulai pukul tiga sore sampai tengah malam.
Walau saya datang salah hari, saya menyempatkan berkeliling food court untuk melihat konsep dan keunikan yang ada di Pasar Santa. Di masing-masing kios, ternyata mempunyai gaya dan konsep berbeda. Melihat luar kios yang di desain dengan konsep modern dan mengikuti zaman.
Fasilitas di Pasar Santa memang masih kurang, serta kebersihannya pun juga kurang. Banyak sampah yang masih menumpuk di depan kios yang tertutup. Walau sampah-sampah tersebut disimpan di dalam wadah.
Namun, melihat suasana di Pasar Santa memamg nyaman dijadikan tempat nongkrong. Tatanan kios dan konsepnya dibuat sedemikian sederhana tapi modern, dan membuat pengunjung menjadi betah.
Sampai pukul delapan malam pun, saya tidak merasa kalau ternyata saya berada di Pasar Santa sudah lima jam lamanya. Itu karena saya merasa nyaman dan tidak melihat sisi pasar yang kumuh.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR