Unik dan memesona. Itulah kalimat yang tepat untuk melukiskan Pulau Balak di Kabupaten Pesawaran, Lampung. Dalam areal seluas 200 hektar tampak perpaduan antara bebatuan padas di sisi timur dan selatan serta hamparan pasir putih di sisi barat dan utara.
Pasir putih yang lembut terhampar bagaikan permadani. Pantai berpasir tersebut cukup landai dan luas. Ada sisa-sisa batang kayu di hamparan pasir itu seolah pernah ditumbuhi pohon. Jika Anda menyusuri sisi timur dan selatan Pulau Balak, tampak tebing bebatuan yang menyerupai dinding setinggi belasan meter.
Pesisir Pulau Balak banyak ditumbuhi tanaman pantai, misalnya ketapang, putat laut, waru laut, dan rumput angin. Di tengah pulau didominasi kelapa, kakao, duku, dan sejumlah tanaman lain.
Letak Pulau Balak yang berada dalam Teluk Punduh Pidada membuat air di sekitarnya cukup tenang. Kondisi tersebut mempermudah para penyelam menikmati keindahan terumbu karang di sekitar Pulau Balak. Sekitar 80 persen terumbu karang di perairan ini masih terjaga.
”Salah satu kelebihan terumbu karang di Pulau Balak adalah keberadaan terumbu karang yang indah itu tidak begitu dalam. Bahkan, saat air surut pun terumbu karang kadang bisa kelihatan jelas dari permukaan laut,” kata pembina klub selam anemon, Felix Dwi Agung Widodo atau Dodo (36).
Wisata alam Pulau Balak semakin lengkap dengan keindahan bawah laut.
Tak butuh waktu lama untuk menuju ke titik terumbu karang, hanya lima menit menyeberang menggunakan perahu dari dermaga Pulau Balak. Bahkan, berbekal perlengkapan selam sederhana berupa kacamata renang (goggles), alat bantu pernapasan (snorkel), sepatu katak (fins), dan rompi pelampung, pengunjung bisa langsung menikmati pesona aneka terumbu karang.
Di kedalaman 2 meter, terumbu karang dengan aneka ikan hias dengan mudah dijumpai. ”Di satu sisi memang mengasyikkan bisa melihat keindahan terumbu karang di kedalaman 2 meter. Namun, di sisi lain, terumbu karang kadang cepat rusak karena tidak sengaja terinjak penyelam pemula,” ujar Dodo.
Salah satu kekhasan alam bawah laut di perairan Pulau Balak adalah memiliki komposisi terumbu karang yang rapat. Terumbu karang jenis Oxypora lacera, Pectinia lactuca, dan Montipora digitata mudah ditemui di sana. Ikan hias beraneka jenis dan warna juga hidup di antara terumbu karang tersebut.
Apabila beruntung, penyelam bisa bertemu dengan penyu sisik yang sesekali berenang di sekitar perairan Pulau Balak. ”Pada musim tertentu, sejumlah penyu sisik memilih bertelur di pesisir pantai Pulau Balak,” ucap Dodo.
Buka tenda
Untuk menuju ke Pulau Balak, Anda terlebih dahulu harus menuju Dermaga Ketapang, Teluk Ratai, sekitar satu jam perjalanan dari pusat kota Bandar Lampung. Dari sana, bisa menggunakan perahu atau kapal kecil dengan biaya Rp 250.000 per kapal untuk pergi dan pulang. Kapal itu mengangkut 10-15 orang. Lama perjalanan sekitar dua jam.
Pelayaran menuju Pulau Balak akan melewati beberapa pulau kecil, antara lain Pulau Pahawang, Pulau Klagian, dan Tanjung Putus. Di tengah perjalanan, Anda bisa menyaksikan burung-burung yang terbang rendah di atas permukaan air untuk memangsa ikan.
Bagi pengunjung yang ingin menginap, terdapat dua pemondokan, masing-masing berkapasitas 30 orang. Pemondokan yang terbuat dari dinding papan dan bambu serta beratapkan seng tersebut cukup besar. Pengelola sudah menyediakan kasur dan bantal yang cukup nyaman untuk menghilangkan lelah setelah seharian menyelam.
”Berapa pun jumlah orangnya, kalau sewa pondok harganya Rp 1,2 juta. Itu hanya biaya fasilitas tidur. Kalau makanan, ya, bawa sendiri, masak, ya, masak sendiri. Kalau enggak mau repot, istri saya bisa bantu masak. Tetapi, biayanya tambah,” kata Supartono yang sudah delapan tahun menjaga Pulau Balak.
Bagi pengunjung yang lebih senang bertualang bisa mendirikan tenda di sekitar pemondokan. Jangan khawatir kedinginan karena pengelola menyediakan lokasi khusus untuk membuat api unggun.!break!
Pulau besar
Dalam bahasa Lampung, balak artinya ’besar’. Pulau Balak lebih luas dibandingkan dengan pulau di sekitarnya. ”Jika dibandingkan dengan Pulau Runik dan Pulau Lok yang berada di sekitarnya, Pulau Balak adalah pulau yang baling besar,” ujar Supartono.
Supartono, yang biasa dikenal sebagai Mbah Balak, menuturkan, dirinya hanya bertugas menjaga dan memelihara penginapan yang ada di Pulau Balak. Pulau itu sesungguhnya dikelola seorang pengusaha yang tinggal di Jakarta.
Dulu, menurut Mbah Balak, pulau ini milik masyarakat. Ada puluhan keluarga menetap di sana. ”Tiba-tiba ada orang Jakarta membeli tanah warga. Sejak itu, orang-orang yang tadinya tinggal di sini pindah dan berpencar ke mana-mana,” ujar Mbah Balak yang mengaku selama delapan tahun menjaga Pulau Balak baru tiga kali bertemu sang pemilik pulau.
Selain digunakan untuk tempat istirahat bagi keluarganya, ”sang pemilik pulau” juga sempat membudidayakan ikan hiu di sekitar dermaga tempat kapal-kapal biasa bersandar. Namun, pada 2010, keramba rusak sehingga budidaya hiu pun gagal total.
Sehari-hari, Mbah Balak banyak menghabiskan waktunya dengan bercocok tanam dan mengawasi wilayah perairan di sekitar pulau. Ia memang mendapat izin dan diperintahkan untuk menjaga kelestarian Pulau Balak.
Salah satu musuh terbesar Mbah Balak ialah pencuri batang kelapa. Tak jarang ia menemukan pohon kelapa di pulau yang dijaga tiba-tiba ditebang. Pernah suatu ketika dirinya harus mengusir pencuri batang kelapa sambil mengacung-acungkan badik (senjata khas Lampung).
”Musuh lainnya pencuri ikan yang menggunakan bom ikan. Mereka biasanya beraksi subuh saat saya tidur. Siapa yang tidak kaget mendengar suara ledakan subuh-subuh. Kalau sudah seperti itu biasanya saya teriaki. Kalau masih tidak mau pergi terpaksa saya kejar menggunakan kapal,” kata Supartono sambil menunjuk kapal motor tempel yang sebagian catnya tampak mengelupas.
Beruntung masih ada Mbah Balak yang bersedia menjaga kelestarian pulau dengan upah Rp 1.650.000 per bulan. Bagi Anda yang berkesempatan mengunjungi Pulau Balak, temuilah Mbah Balak. Ia sangat ramah dan asyik diajak bercerita banyak.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR