Saya meninggalkan Aceh lima tahun yang lalu. Mungkin orangnya pindah dan ditinggal begitu aja atau terjadi hal yang tidak saya ketahui. Waktu saya meninggalkan Aceh, semua diperuntukkan mereka yang berhak. Pada 2009, semua baik. Antara 2009 hingga 2014 ya saya tidak tahu. (Baca juga Sejumlah Gedung Bantuan Terbengkalai dan Tidak Berfungsi)
Apa hal yang akan Anda lakukan dengan berbeda jika pimpin BRR lagi?
Akan hampir sama, hanya satu atau dua yang ketinggalan. Pertama, untuk rekonstruksi pascabencana seperti ini saya tak bisa pakai tata cara pengadaan pemerintah untuk masa normal. Masa pelelangan makan waktu dua bulan? Ga bisa kalau pascabencana. Kedua, cara audit macam BPKP, BPK ga bisa diterapkan. Bencana mengundang maling ya iya, tapi kalau kita melakukan rekonstruksi dan rehab dan diaudit dengan cara normal ya ga cocok.
Jadi sesudah 10 tahun apakah bisa dikatakan Indonesia sudah belajar dari tsunami?
Jadi begini, orang itu cenderung untuk mengabaikan sesuatu yang akan terjadi setelah saya mati. Jadi kalau saya ditanya, berapa kemungkinan tsunami Aceh datang lagi dalam 50 tahun ya saya bilang nol, tapi kalau 300 tahun ya saya bilang satu. Loh kalau 300 tahun lagi ngapain saya mikir? Jadi orang cenderung lupa. Ini yang membuat orang cenderung rileks setelah bencana besar terjadi padanya dan ini terjadi di mana-mana.
Oleh karena itu orang di Banda Aceh, Mentawai, cenderung rileks dan tidak berhati-hati dibanding orang di Gunung Merapi karena Gunung Merapi setiap lima tahun meletus. Jadi aspek edukasinya sudah terjadi di dalam dirinya. Jadi kalau kita bandingkan Merapi, Sinabung, orang sudah siap jika dibandingkan dengan tsunami seperti Aceh.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR