Ada banyak topeng dalam tradisi ini yang menggunakan tokoh cerita Panji, seperti Panji, Gunung Sari, Kelana, Patih, Tumenggung, Lambang Sari atau Sekartaji, Pantul dan Tambang, Sangkala atau Batara Kala, serta topeng tujuh bidadari.
Baca Juga: Cinta Sejati dan Berharga Panji Kudawaningpati Bersama Dewi Angreni
Dalam jalannya acara, tradisi yang menjadi ritual kepada Tuhan itu diselenggarakan setiap Jumat hingga Minggu di bulan Muharam. Sebagai rasa syukur, sajian wajik adalah hal yang wajib dihidangkan untuk nanti disantap oleh yang menggunakan topeng.
Tari topeng diawali dari kehadiran pengguna topeng tujuh bidadari, dan kemudian menggunakan topeng lainnya secara suka rela. Awalnya ditarikan oleh juriyat panopengan terlebih dahulu, setelah itu penonton yang ingin berpartisipasi diperbolehkan menarikannya juga.
"Tapi intinya, ketika sudah di puncak ritual itu sampai dua tokoh ini, ada Topeng Tambang dan Pantul sebagai mediasi untuk melihat sesajian yang disajikan," ungkap Putri. "Kemudian salah satu penari topeng ini akan dirasuki oleh Sangkala dan mengganti dengan topeng Sangkala ini."
Seringnya, kerasukan ini dialami oleh para juriyat ketika menari, tapi terkadang penonton juga bisa mengalaminya ketika menyaksikan tarian mereka. Bila penonton yang mengalaminya, dia akan dinaikan ke panggung juga dan dipasangkan topeng agar selanjutnya menari di bawah alam sadarnya.
Sementara itu, budaya Panji samar-samar terekam dalam cerita lisan Lamut. Cerita lisan itu dituturkan dengan syair dengan alat musik.
"Apakah Lamut dan Panji sama? Bisa iya bisa tidak, sebab cerita Lamut ini beragam," ujar Sainul Hermawan, budayawan FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Dia menyebut dalam disertasinya pada 2017 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Lamut dan Panji tidak terhubung secara khusus.
Sebab Lamut berkembang lewat syair yang dipengaruhi berbagai budaya, dan juga tokoh penuturnya. Setidaknya ada empat maestro Lamut yang diamatinya, dan hanya tiga yang masih hidup hingga sekarang.
Baca Juga: Budaya Panji di Tatar Sunda, Meresap Ranah Islam dan Filosofis
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR