Nationalgeographic.co.id - Budaya Panji turut hadir tradisi masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya di Banjarmasin. Keberadaannya hadir dalam dua bentuk, tari topeng dan lisan.
Putri Yunita Permata Kumala Sari mengatakan, budaya Panji masuk Banjarmasin sudah ada sejak zaman Hindu-Buddha semasa Kerajaan Majapahit. Kebudayaan tersebut dibawa dan bercampur dengan masyarakat Banjar yang kompleks dari berbagai suku, seperti Dayak, Melayu, dan Jawa.
Setelah Majapahit kehilangan pengaruhnya, Kesultanan Banjar berdiri dengan bantuan Kesultanan Demak. Perkembangan budaya Panji pun sudah bercampur dengan pengaruh lainnya.
Baca Juga: Bagaimana Panji Angreni Menggambarkan Watak Orang Jawa Semestinya?
Putri sendiri adalah seorang pengamat budaya dari Komite Tari Dewan Kesenian Banjarmasin, yang menjelaskan kehadiran budaya Panji di Banjarmasin lewat Webinar Relevansi dan Aktualisasi Budaya Panji ke-16, Kamis (21/10/2021).
"Di sini ada Manopeng. Budaya inilah yang merupakan salah satu jejak Panji di Kalimantan Selatan," terang Putri. "Istilah 'Manopeng' adalah kegiatan ritual dari di mana keturunan atau juriyat itu memiliki topeng yang diturunkan di Banjarmasin.
Tradisi Manopeng biasanya dilakukan secara tahunan dalam rangkaian membersihkan topeng, menapungtawari, memperapeni (mengasapi), dan kemudian menarikan oleh keluarga yang menggelutinya.
Baca Juga: Kehadiran Budaya Panji di Atas Puncak Watak Kesenian Tari Topeng
Selain di Banjarmasin, tradisi Manopeng masih diselenggarakan di Marabahan, Kabupaten Batola.
"Itu Bandar pertama sebelum ibu kota kesultanan pindah ke Bandarmasih (nama terdahulu Banjarmasin)," terang Putri.
Ada pula diselenggarakan di Rantau di Kabupaten Tapin, Barikin di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Pantai Hembawang di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Juai di Kabupaten Balangan. Sementara di Banjarmasin diadakan secara tahunan di Banyu Ruwat.
Tradisi Manopengan menjadi ajang silahturahmi bagi keluarga penerusnya. Putri menerangkan, mereka percaya bila tidak diadakan dalam suatu tahun akan ada bala yang mengintai keluarga.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR