"Hasil penelitian dari dalam dan luar negeri membuktikan tempe adalah superfood untuk gaya hidup sehat masyarakat," kata Winarno, penggagas Gerakan Makan Tempe Indonesia, Rabu (21/1) lalu di Jakarta.
Beragam kajian tersebut akan dipaparkan dalam Konferensi Internasional tentang Tempe dan Produk Lain yang Berkaitan, 15 - 17 Februari 2015 di Yogyakarta. Pertemuan ini diharapkan jadi awal pendirian Pusat Penelitian Tempe Dunia di Indonesia.
"Tempe itu makanan terhormat yang dilupakan. Kita harus bersatu agar bangsa ini mencintai tempe," kata Winarno, "Jangan diam saja. Nanti kalau diklaim, baru ribut."
Tempe merupakan hasil fermentasi jamur dan bakteri yang menghasilkan vitamin B12. Vitamin yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan melalui pembelahan sel tersebut tak ditemukan pada berbagai jenis sayuran.
Kandungan vitamin B12 pada tempet membuat Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (Permi), Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (Pergizi Pangan) merekomendasikan tempe sebagai bahan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI). Rekomendasi akan dideklarasikan tiga organisasi tersebut pada konferensi yang diikuti peneliti dari Prancis, Jepang, AS, Polandia, dan negara lain.
Pemberian tempe bermanfaat bagi tumbuh kembang saraf dan organ bayi dan anak-anak. Itu bisa mengatasi stunting atau anak pendek yang mengancam masa depan anak Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan prevalensi anak pendek di Indonesia mencapai 37,2 persen. Menurut WHO, prevalensi 30 - 39 persen menunjukkan masalah kesehatan masyarakat berat.
Guru Besar Mikrobiologi dan Genetika Molekuler Institut Pertanian Bogor Antonius Suwanto mengatakan, vitamin B12 dihasilkan bakteri Klebsiella pneumonia (penyebab penyakit pneumonia) dari golongan Enterobacteriaceae. Taksonomi kini menunjukkan satu keluarga dengan bakteri coli.
"Namun, tidak pernah ada kasus orang menderita pneumonia setelah makan tempe," katanya. Berpatokan pada hasil kajian awal susunan genetika bakteri, bakteri tersebut diyakini merupakan subspesies baru, bahkan genus baru. Itu karena susunan genetika bakteri tersebut berbeda dengan K pneumonia meski secara visual morfologi sama.
"Bakteri itu membuat tempe kaya vitamin B12. Namun, kalau mengikuti standar Amerika atau Jepang, adanya bakteri (yang sementara teridentifikasi jadi penyebab penyakit) membuat tempe dianggap berbahaya dan bisa kena larangan ekspor. Ini sayang sekali," ujarnya.
Keberadaan bakteri diduga berasal dari proses produksi tempe. Pembuatan tempe beragam sehingga mikroorganisme tumbuh beragam.
Fermentasi menghasilkan di antaranya senyawa bioaktif isoflavon aglikon, gamma aminobutyric acid, superoksida dismutase, dan antimikroba. Senyawa-senyawa itu antara lain berfungsi sebagai antioksidan dan antihipertensi.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR