Pada bulan Maret tahun lalu, temannya bercerita tentang gua kecil yang tersembunyi di selatan Provinsi Samtskhe-Javakheti Georgia.
Ia langsung bertolak ke sana, hanya berbekal kompor berkemah, kantong tidur, dan serta buah-buahan dan kacang-kacangan.
Namun kedatangan dua orang penggembala sapi setempat mengubah hidupnya, mereka memaksanya untuk kembali ke rumah namun ia menolak.
"Mereka bertanya apakah ia menyukai khinkali—daging tradisional Georgia. Mereka meninggalkan saya dan setengah jam kemudian mereka kembali dengan membawa khinkali dan anggur."
Salah seorang penggembala Georgia, bernama Dato, mengunjunginya setiap hari dan meminta nomor teleponnya. Dari sana, terjalinlah sebuah hubungan.
Mereka berencana untuk menikah akhir tahun ini. Namun upacara itu tidak dilaksanakan secara hukum karena status Asmadiredja masih menikah dengan suami Chechnya yang berada di Jerman. Tapi keluarga angkatnya telah merencanakan pesta tradisional Pankisi.
Ia tahu bahwa ia tidak bisa tinggal dengannya di berbagai gua dan pondok, jarak yang memisahkan antara rumah di Pankisi dan pegunungan cukup jauh, jadi ia mendorong suaminya untuk belajar mengemudi, sehingga ia bisa bekerja bersamanya untuk memandu wisatawan.!break!
Bahkan hingga kini, Asmadiredja, 45, menyadari betapa banyak yang ia telah tinggalkan. Dua anaknya, masing-masing berusia sembilan dan 12, yang awalnya tinggal bersama suaminya, kini dirawat di panti asuhan.
Dengan pasangan yang berbeda, ia juga memiliki seorang anak yang berusia remaja, seorang anak perempuan yang tinggal dengan ayahnya.
Asmadiredja mengirim surat kepada anak-anaknya secara rutin, tetapi mereka tidak membalas. Ia sempat tergoda untuk kembali ke Jerman dan menuntut hak asuh atas anak-anaknya, tetapi ia tidak mendapat jaminan bahwa ia akan berhasil.
"Saya punya kehidupan di sini," katanya.
"Kehidupan ini telah menyerap banyak energi saya. Untuk kembali ke Jerman... mungkin saya akan mendapatkan anak-anak saya lagi, mungkin tidak, tapi bahkan jika saya mendapatkan mereka, [mungkin hanya untuk] beberapa tahun saja, dan untuk itu, saya harus melepaskan semua? Saya tidak bisa. Mungkin saya egois, tapi saya sudah membangun hidup saya di sini. Nama saya dikenal sebagai pemandu, fotografer. Kenapa saya harus melepaskan itu semua demi hidup dengan jaminan di sana?"
Pegunungan itu, ucapnya, adalah rumahnya yang asli. "Di gunung saya bebas."
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR