Ibarat ombak laut yang tak henti menghantam pantai, demikianlah nasib orang yang accident prone, yang selalu sial dan rentan celaka. Berbagai masalah silih berganti menimpa. Benarkah ada orang yang sedemikian sial? Mungkin pulakah itu menimpa benda mati?
Life begins at forty, demikian bunyi ujaran. Namun itu tak berlaku bagi Mas Puji (40) yang secara mental merasa lelah. Apa pasalnya?
Bayangkan, dalam beberapa bulan terakhir ia berulang-ulang kehilangan barang-barang berharga yang baru saja dibeli. Telepon genggam, kacamata bermerek, serta jam tangan barunya lenyap dikutil orang. Semua itu membuatnya enggan keluar rumah.
Tak cuma itu, Puji pun mulai enggan berkendaraan. Tak satu dua kali ia mengalami kecelakaan. Bahkan mobil yang baru satu bulan di tangan dan dibeli dengan fasilitas kredit pun baru-baru ini terhajar mobil lain di jaIan tol.
Serupa tapi tak sama menimpa bintang film terkenal India Shamserraj Kapoor alias Shammi Kdpoor. "Saya tidak pernah malu untuk mengaku berapa kali telah jatuh dari sepeda, tersandung batu yang membuat kaki saya terkilir, atau mencoba melompati pagar kebun yang membuat lengan kiri saya patah," tuturnyd.
Itu belum seberapa. Sebenarnya ia masih menyimpan daftar panjang kecelakaan, misalnya tergelincir dari sepaturoda yang kembali mematahkan lengan kirinya, terbentur dasar truk saat bersembunyi di kolongnya, beberapa kali jatuh dari kuda dengan punggung terlebih dahulu menimpa tanah, berulang, kali kecelakaan mobil serta berbagai kecelakaan kecil lain. Kecelakaan terus berlanjut, bahkan terjadi secara berturutan.
Accident prone, demikian para korban kesialan yang terus-menerus itu sering disebut; meski sebenarnya istilah ini lebih tepat diterapkan pada pengalaman kecelakaan, bukan kesialan. Lalu apa sebenarnya yang terjadi pada diri mereka?
!break!Kelainan biologis dan psikologis
Para peneliti, sebenarnya suddh cukup lama mencari penjelasan atas istilah accident prone sejak pertama kali muncul tahun 1918. Para ahli berusaha mencari hubungan antara kepribadian seseorang dengan risiko kecelakaan. Mereka merasa perlu memahami dan memprakirakan perilaku apa saja yang berisiko. Mereka yakih, bila mengetahui informasi yang benar, orang bisa saja dimotivasi untuk mengatur kemungkinan risiko dengan lebih baik. Bila tahu bahwa faktor biologi atau psikologi tertentu berisiko besar menimbulkan penyakit atau kecelakaan, orang tentu secara teratur akan memodifikasi perilakunya demi beroleh selamat.
Namun, tidak mudah menentukan apakah orang memiliki perilaku yang berisiko. Dari tiap jenis kecelakaan dan kepribadian perlu ada perbedaan yang terukur. Sayangnya, banyak kecelakaan kecil tidak dilaporkan, selain laporan resmi sering tidak memberi informasi rinci tentang peristiwa yang terjadi dengan cepat dan seberapa parah luka atau kerusakan yang terjadi. Informasi dari para pengemudi memang memberi banyak penjelasan, namun bisa menyimpang atau kurang tepat.
Begitupun, sejumlah penelitian beberapa dekade silam berhasil juga memunculkan kesimpulan penyebab psikologis atas risiko kecelakaan.
Faktor pertama adalah lemahnya kemampuan untuk mengubah fokus perhatian dari satu tugas ke tugas lain. Misalnya dari suatu percakapan ke konsentrasi untuk menginjak pedal rem. Meski tidak mengamati langsung di jalan, peneliti yakin hasil simulasi di laboratorium cukup akurat. Hasilnya, kurangnya kemampuan ini berperan dalam mengakibatkan kecelakaan.
Kemampuan memahami medan jalan dengan cepat. Ini ditandai dengan ketidakmampuan membedakan berbagai bentuk yang saling melekat dalam kesatuan yang kompleks. Orang dengan kelemahan ini – khususnya yang memang berprofesi sebagai supir - biasanya punya cukup banyak kemungkinan mengalami kecelakaan.
Penulis | : | |
Editor | : | Ajeng |
KOMENTAR