Kasus-kasus penyakit ternak yang sudah ditemukan pada badak mengisyaratkan kelestarian hewan dilindungi itu semakin terancam. Ternak yang hidup berdekatan dengan habitat badak membuka kemungkinan penularan penyakit, seperti penyakit kelesuan mematikan (trypanosomiasis), penyakit kronis mematikan atau antraks, dan ngorok, tergolong tinggi.
Saat musim hujan tahun 2003, misalnya, lima badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) ditemukan mati di Pusat Konservasi Badak Sumatera Sungai Dusun, Selangor, Malaysia. Diagnosis trypanosomiasis dilakukan dan ditemukan organisme yang digolongkan sebagai parasit darah, yakni Trypanosoma evansi.
Tiga badak jawa (Rhinoceros sondaicus) juga mati di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang, Banten, tahun 2010 dengan penemuan lalat Tabanus malayanensis di sekitarnya. Investigasi Balai TNUK dan WWF Indonesia menunjukkan, lalat terseut ternyata membawa Trypanosoma evansi.
Berdasar analisis kedua lembaga tersebut, memang terdapat risiko penyakit menular yang menyebabkan badak jawa. Risiko tertinggi berasal dari Trypanosoma evansi. Selain itu, empat badak hitam (Diceros bicornis) juga mati di Taman Nasional Danau Manyara, Tanzania, tahun 1984.
!break!
Pada saat itu, wabah antraks merebak. Kasus yang sama terjadi di Taman Nasional Etosha, Namibia, dengan kematian dua badak hitam pada periode 1984-1987. Di Indonesia, kekhawatiran badak tertular penyakit ternak sudah muncul sejak lebih dari 30 tahun lalu.
Pada tahun 1982m tingkat kematian badak jawa di TNUK sangat tinggi atau mencapai lima ekor. jumlah itu dalam angka memang tidak seberapa. Akan tetapi, jika dibandingkan populasi badak yang hanya sekitar 50 ekor, tingkat kematian itu sudah mencapai 10 persen.
Saat ini, wabah septicemia epizootica (SE) atau penyakit ngorok karena bakteri Pasteurella multocida merebak di Kecamatan Cimanggu dan Sumur Pandeglang, yang berdekatan dengan TNUK. Belum diperoleh bukti kematian badak disebabkan SE. Namun, kemungkinan demikian berdasarkan wabah yang sedang terjadi.
Peneliti Posdoktoral Universitas Cornell, Amerika Serikat, Kurnia Oktavia, menjelaskan, penularan penyakit dari ternak ke badak memang tergolong rawan.Ternak paling sensitif terkena SE dan trypanosomis ditinjau dari kasus-kasus yang pernah terjadi.
!break!“Kemungkinan penularan ke badak bisa terjadi seperti dari ternak ke ternak. Contohnya trypanosomis . Ada beberapa ternak di desa-desa sekitar TNUK yang terkena penyakit itu,” katanya.
Pada tahun 2012 dan 2013, sejumlah ternak yang dites juga positif terkena SE. Risiko penularan penyakit terdapat di beberapa desa yang berdekatan dengan tnuk. Di Desa Ujungjaya, Kecamatan Sumur dan Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, misalnya, jejak badak dan kerbau kerap ditemukan tumpang tindih.
Berdasarkan pengamatan di Desa Kertamukti, Kecamatan Sumur, pertengah Januari 2015, puluhan kerbau tampak bebas merumput. Hanya sekitar 500 meter dari lokasi kerbau-kerbau itu berkeliaran, batas TNUK sudah bisa dicapai. Lalat tabanus menjadi vektor yang paling dicemaskan bisa menyebarkan penyakit.
“Lalat yang bisa menyebarkan trypanosomis itu ada di TNUK dan desa-desa setempat. Lalat menghisap darah ternak lalu terbang dan bisa hinggap di tubuh badak,” kata Kurnia.
Penulis | : | |
Editor | : | Ajeng |
KOMENTAR