Semenjak pulang dari Aceh akhir November tahun lalu, hari-hari saya dengan indah diisi oleh seruputan kopi gayo yang nikmat itu. Setidaknya empat cangkir kopi saya tenggak tiap harinya, pada pagi, siang, sore, dan malam hari.
Hanya kopi gayo yang saya minum saban harinya. Alasan pertama, karena perbendaharaan minum kopi saya memang masih minim, hanya kopi gayo-lah yang saya kenal dan saya punya.
Sementara kopi-kopi lainnya hanya numpang lewat saja jika saya pergi ke warung kopi atau kafe. Pernah saya minum kopi toraja, bajawa kopi, kopi papua, kopi pagaralam, kopi bali, kopi sidikalang, dan beberapa lainnya.
Entah karena terprovokasi oleh penyair Fikar W Eda yang asal Aceh, atau teryakinkan oleh seorang peneliti kopi dan coklat asal Jember bernama Yusianto, atau tersugesti oleh promosi Ikra yang pemilik kilang kopi tertua di Takengon bernama Aman Kuba, akhirnya—untuk sementara ini--saya memutuskan untuk hanya menikmati kopi arabika gayo.
Nah, marilah kita telisik mengenai kopi gayo yang informasinya saya dapat dari ketiga kawan saya di atas.
Kopi Gayo merupakan salah satu komoditi unggulan yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo. Perkebunan Kopi yang telah dikembangkan sejak tahun 1908 ini tumbuh subur di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, serta Gayo Lues.
Kopi yang ditanam di Tanah Gayo adalah kopi arabika, sebuah varietas kopi yang belakangan sangat masif perkembangannya di Indonesia.
Luas lahan potensial untuk kopi arabika di tiga kabupaten dari empat kabupaten tersebut (Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues) dapat mencapai 130.000 – 140.000 ha, sedangkan luas tanam saat ini telah mencapai sekitar 100.000 ha. Masih ada peluang pengembangan lebih kurang sekitar 40.000 ha lagi di ketiga kabupaten tersebut.
Hal lain yang amat sangat menarik, dari sekitar 100.000 ha luas tanam yang sudah ada, semua kebun kopi rakyat. Kondisi ini sangat menguntungkan rakyat dalam menghadapi berbagai kondisi krisis yang menerpa.
Gayo sendiri merupakan nama suku asli yang mendiami wilayah ini. Mayoritas masyarakat Gayo berprofesi sebagai petani kopi. Varietas Arabica mendominasi jenis kopi yang dikembangkan oleh para petani kopi gayo. Produksi yang dihasilkan dari Tanah Gayo merupakan yang terbesar di Asia.
Kopi gayo merupakan salah satu kopi khas Nusantara asal Aceh yang cukup banyak digemari oleh berbagai kalangan di dunia. Kebanyakan kopi yang ada, rasa pahitnya masih tertinggal di lidah kita, namun tidak demikian pada kopi gayo. Rasa pahit hampir tidak terasa pada kopi ini.
Cita rasa kopi gayo yang asli terdapat pada aroma kopi yang harum dan rasa gurih hampir tidak pahit. Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa rasa kopi gayo melebihi cita rasa kopi Blue Mountain yang berasal dari Jamaika.
Kopi tersebut dihasilkan dari perkebunan rakyat di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah. Di daerah tersebut kopi ditanam dengan cara organik tanpa bahan kimia sehingga kopi ini juga dikenal sebagai kopi hijau (ramah lingkungan). Kopi gayo disebut-sebut sebagai kopi organik terbaik di dunia.
Menurut Ikra, keunggulan rasa kopi gayo adalah inkonsistensi, mewakili rasa kopi di seluruh dunia yang disebabkan karena kontur tanah, ketinggian, dan jenis kopi.!break!
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR