“Capcay, puyunghay, siomay... Boleh foto-foto dek..,” teriak manusia yang berdandan seperti vampir berusaha mengajak para wisatawan untuk berfoto bersama. Ia berpose dengan menggunakan aksesoris topi dan pedang seperti ingin menusuk. Pria di balik busana khas Tionghoa yang berwarna silver itu adalah Sugeng Riyadi (32).
Memang, kawasan Kota Tua Jakarta memang tak pernah berhenti berdenyut. Wisatawan silih berganti datang dan pergi. Para wisatawan lokal maupun mancanegara berkumpul di sekitar Museum Fatahillah. Berkeliling dengan sepeda onthel warna-warni bak meener dan meuvrow, duduk santai menikmati sore, atau bahkan hanya berkeliling menikmati suasana pemerintahan Kolonial Belanda.
Seakan tidak mau kehilangan momen liburan, wisatawan mengabadikan dengan kamera digital maupun kamera telepon genggam. Berpose dengan latar bangunan, bersama teman berwisata, dan karakter-karakter unik yang ada di halaman museum. Seperti karakter vampir, pejuang Indonesia, tentara, noni Belanda, Jenderal Sudirman dan Naga Bonar siap menemani wisatawan.
Ada yang menarik di sekitaran Museum Fatahillah, yakni manusia batu. Sugeng, salah satu manusia batu mengungkap, manusia batu setiap hari dapat ditemui di kawasan Kota Tua. Sementara untuk masalah uang dari jasa berfoto dengannya, Sugeng memaparkan, "seiklasnya aja ngasihnya."
Sugeng mengaku bahwa ia bersama teman-temannya tergabung di Komunitas Manusia Batu Taman Fatahillah. Sekarang komunitas ini beranggotakan enam orang dengan satu visi yaitu memperkenalkan pada dunia tentang sejarah, perjuangan, dan kebudayaan melalui patung hidup.
Satu persatu wisatawan mulai berdatangan mendekati Sugeng. Mereka tersenyum melihat tingkah laku sang manusia batu yang atraktif. Ia menghunus pedang, bergaya seperti master kungfu, dan mencoba meneriakkan kata-kata dalam Bahasa Mandarin.
“Kami gak tentu dapetnya mas. Dari jam 9 sampai jam 6, ya kadang rame, kadang sepi. Yang penting wisatawan senang dan dapat kenangan ketika datang ke sini,” ujarnya.
Anak-anak kecil tampak senang berada dekat manusia patung. Tangan-tangan mungil menarik baju Sugeng seraya meminta untuk foto bersama. Bahkan remaja-remaja tidak sungkan untuk ikut berfoto. Satu kotak kecil dengan perlengkapan-perlengkapan pendukung terletak di depannya. Satu kartu identitas pengenal terselip.
Setiap manusia batu saling berkoordinasi dalam menyajikan penampilan karakter. Dalam penempatan lokasi dan mengembangkan ide-ide kostum karakter. “Di sini pakai kartu pengenal mas. Jadi harus tertib karena sudah dibantu koordinir sama Unit Pelaksana Teknis Kota Tua. Kami juga dapat tempat kumpul di satu bangunan di sini,” ujarnya.
Ketika selesai berkunjung ke museum-museum di Kawasan Kota Tua, berfoto bersama karakter-karakter manusia batu dapat menjadi pilihan untuk berwisata. Selain mendapat kenangan, para wisatawan dapat mendengarkan cerita-cerita sejarah berdasarkan kostum yang digunakan oleh para manusia batu.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Ajeng |
KOMENTAR