Produksi sampah di DKI Jakarta terus naik dan kini diperkirakan mencapai 6.000 ton per hari. Angka itu dua kali lipat target yang tertuang dalam kontrak kerja sama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan PT Godang Tua Jaya sebagai pengelola Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantar Gebang, yakni 3.000 ton per hari.
Sesuai kontrak kerja sama yang berlaku 15 tahun hingga 2023 itu, jumlah sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang ditargetkan 4.500 ton per hari pada empat tahun pertama kerja sama. Terhitung mulai tahun 2012 atau tahun kelima sejak kerja sama, sampah yang dibuang ditargetkan turun jadi 3.000 ton per hari, dan 2.000 ton per hari sejak tahun kesembilan.
Selain risiko penimbunan dan pengolahan yang lebih berat, peningkatan sampah berdampak bagi keuangan DKI Jakarta. Setiap tahun, Ibu Kota harus mengeluarkan ratusan miliar rupiah untuk membayar biaya pengolahan sampah (tipping fee) dan biaya sosial warga sekitar TPST.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, di hadapan pegawai lingkungan Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Selasa (24/2), meminta jajarannya memikirkan pengurangan produksi sampah sejak di tingkat rumah tangga. Produksi juga harus diimbangi pengolahan, baik di permukiman, sekolah, maupun pasar, sehingga ada nilai tambah.
Djarot mengingatkan adanya peluang korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pengelolaan sampah. ”Sampah bisa jadi musibah bagi sebagian orang, tetapi komoditas bagi lainnya. Jangan sampai sampah tak tertangani, tetapi problemnya dimanfaatkan para ’pemain’,” ujarnya.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Saptastri Ediningtyas menambahkan, pihaknya akan mempercepat pembangun intermediate treatment facilities, antara lain di Marunda dan Sunter, Jakarta Utara, untuk pengolahan sampah. Juga akan dibangun bank-bank sampah dan pengolahan skala kecil baik di tingkat kelurahan, kecamatan, maupun kota. Tujuannya, mengurangi volume sampah ke TPST Bantar Gebang.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR