Nationalgeographic.co.id - "Diam benar-benar adalah emas," ujar Rob Williams, seorang ilmuwan kelautan dari Ocean Initiative di Seattle, Amerika Serikat. Pada tahun 2017, ia bersama tim mengunjungi lepas pantai Balii untuk mengamati suara dalam air menggunakan hidrofon.
Mereka mencoba merekam sesuatu yang kini telah langka, lautan dangkal yang bebas dari kebisingan yang manusia hasilkan. Penelitiannya bertujuan untuk memetakan tempat-tempat yang tetap sunyi di dalam air.
Sebab, kebisingan yang telah banyak dicatat dalam pengamatan di seluruh dunia, ternyata membahayakan hewan laut. Bising membuat hewan laut yang menggunakan suara sebagai 'penglihatan' mereka, bisa terganggu, bahkan polusi ini bisa menemupuh jarak ribuan kilometer.
Penelitian lain di Communications Biology Juni 2021, suara sebagai isyarat akustik berbagai hewan seperti paus, invertebrata, hingga tanaman bawah laut, adalah cara agar dapat menemukan sumber makanan, berkembang biak, menavigasi, dan menghindari pemangsa.
Kebisingan kita benar-benar mengganggu mereka, dalam hasil penelitian berjudul Seagrass Posidonia is impaired by human-generated noise itu.
Apa saja kebisingan yang dibuat manusia yang berpengaruh kepada laut? Williams menerangkan baling-baling kapal, sonar, ledakan pertambangan, dan pengeboran minyak dan gas, bahkan pesawat adalah deru kebisingan yang dapat terdengar di bawah air laut yang dapat memicu perubahan perilaku hewan laut.
"Untuk ikan paus, polusi suara kronis dianalogikan dengan apa yang dilakukan penebangan hutan terhadap burung hantu tutul," Williams berpendapat di Discover Magazine. "Ini menghancurkan habitat mereka."
Baca Juga: Paus Balin Dapat Makan Setara Dengan 30.000 Burger dalam Satu Hari
Kegiatan penelitian itu melibatkan para akademisi dari Universitas Udayana di Bali dan Conservation International Indonesia. Ada enam hidrofon yang mereka gunakan di perairan Bali selama seminggu ketika umat Hindu merayakan Nyepi. Penelitian itu dipublikasikan di jurnal Oceanography, Juni 2018, berjudul Effect on Ocean Noise: Nyepi, a Balinese Day of Silence.
Hasilnya, kesunyian Nyepi menurunkan kebisingan antropogenik enam desibel, dibandingkan dengan tiga hari sebelum dan sesudahnya. Penurunan ini meningkatkan jumlah ruang komunikasi hewan laut 16 kali lipat. Williams memperkirakan peningkatan secar signifikan bisa meningkatkan kualitas habitat mereka.
Williams mengungkapkan tanpa kebisingan yang dibuat manusia, termasuk suara gesekan paku di papan dari kapal tanker, laut penuh dengan suara alam. Hidrofon yang didengarkan para peneliti berisi nyanyian pagi oleh ikan-ikan di terumbu karang, suara klik dan erangan paus sperma dan lumba-lumba yang saling mengobrol.
Penelitian seperti ini juga pernah diungkap lewat studi di jurnal Proceedings of the Royal Society B, Februari 2012. Pasca serangan 11 September 2001 di New York, Atlantik utara mengalami penurunan enam desibel ketika semua berkabung.
Studi berjudul Evidence that ship noise increases stress in right whales itu juga mengungkap secara hormon stres, paus yang terdampak dari kebisingan yang dihasilkan manusia menjadi turun ketika samudera tenang.
Suara sunyi yang dirindukan biota laut akhirnya muncul kembali pada 2020, ketika pagebluk COVID-19 menerjang dunia. Data rekaman dari 231 hidrofon yang ditempatkan di lima benua oleh International Quiet Ocean Experiment, mengungkap penurunan polusi laut secara signifikan di seluruh dunia saat bulan-bulan pagebluk menerjang. Pengamatan kebisingan bawah laut oleh lembaga penelitian ini masih berlangsung sejak 2015.
Baca Juga: Lebih dari Perkiraan, Ternyata Paus Adalah Insinyur Penting Ekosistem
Baca Juga: Naas, Usia Para Burung Menjadi Lebih Pendek Akibat Kebisingan Kota
Ada pula penelitian Juni 2021 di Global Change Biology berjudul A Gulf in lockdown: How an enforced ban on recreational vessels increased dolphin and fish communication ranges, mengungkap hasil yang sama. Hasilnya, kesunyian COVID-19 membuat jangkauan komunikasi lumba-lumba dan ikan meningkat 65 persen lewat hidrofon yang merekam di perairan Selandia Baru.
Lantas, apa langkah selanjutnya? Williams dan tim dalam penelitian lain tahun 2013 di jurnal Animal Conservation, telah membuat pemetaan akustik bawah air untuk melindungi paus pembunuh yang telah kehilangan 90 persen peluang komunikasi merka di Selat Haro, Kanada.
Pemetaan ini membantu komunitas lokal dan pembuat kebijakan di British Columbia, Kanada, untuk menciptakan konservasi lewat zona larangan membangun dan bebas perahu, khususnya di sekitar pantai tempat berkumpulnya orca di utara.
"Lautan tenang terakhir di dunia juga cenderung menjadi tempat yang bebas dari tekanan penangkapan ikan, polusi, atau spesies invasif. Pemetaan akustik adalah salah satu cara untuk menentukan habitat laut berkualitas tinggi," terang Williams.
Baca Juga: Apakah Lego Dapat Membantu Menyelamatkan Terumbu Karang di Singapura?
Source | : | discovermagazine.com |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR