Hingga awal abad ke 19, hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan di Britania Raya bukanlah penahanan di balik jeruji besi, namun dengan proses eksekusi yang brutal dan kejam. Contoh hukuman yang paling lazim ditemukan dalam catatan-catatan sejarah adalah hukuman yang berupa pencambukan, mutilasi, branding atau pelabelan (menggunakan besi panas ke permukaan kulit manusia), atau dengan bantuan alat yang dinamakan “the ducking stool”, dimana korban diikat pada kursi yang kemudian dilontarkan ke atas api atau jurang.
Selama berabad-abad, metode lain pun diberlakukan untuk menghukum para penjahat atau korban-korban tak bersalah yang menjadi tersangka di masa pemerintahan koloni, yakni dengan cara dikubur atau dibakar hidup-hidup, dijatuhkan dari atas tebing, ditenggelamkan, dibakar, dengan cara penyaliban, penggal kepala, penggantungan, dan penembakan. Kaisar Babilonia, Hammurabi, menduga bahwa ada setidaknya 25 macam jenis eksekusi yang dilakukan sebagai bentuk hukuman kepada penjahat. 5 di antaranya adalah:
NAZI melakukan eksekusi terhadap orang-orang Yahudi, menjalankan program T4 euthanasia-nya dengan menyuntik mati orang-orang Jerman yang memiliki keterbelakangan mental. Suntikan itu berisi sejumlah fenol (asam karbolis) dalam dosis mematikan.
Ide penggunaan kursi listrik sebagai alat eksekusi datang dari seorang dokter gigi di Amerika pada tahun 1881, Albert Southwick. Ia melihat seorang laki-laki mabuk yang mati tersengat ketika tidak sengaja menyentuh generator listrik.
Orang yang dieksekusi pertama kali menggunakan kursi listrik adalah William Kemmler, seorang pembunuh berkapak, tahanan Auburn State Prison, New York, pada tahun 1890.
Ide kamar gas ini muncul dari pelaksana US Army Medical Corps di tahun 1924. Awalnya, metode eksekusi ini dinilai paling manusiawi, karena dengan cara ini memungkinkan korbannya langsung mati tanpa tersiksa. Namun kenyataannya, butuh waktu minimal sembilan menit untuk mengubah tablet racun sianida pada cairan asam menjadi gas beracun agar mampu membunuh manusia yang terkurung dalam kamar/ruangan eksekusi.
Kitab injil menganggap pemenggalan kepala sebagai bentuk hukuman kapital, walau kenyataannya yang paling sering dilakukan adalah hukuman lempar (melempar terdakwa dengan batu hingga sang terdakwa mati). Hukuman penggal kepala paling sering dilakukan oleh pemerintah Yunani dan Romawi kuno.
Metode eksekusi ini dinilai paling manusiawi dari seluruh metode hukuman brutal lainnya. Alat yang ditemukan dan dinamakan seperti pencetusnya, Joseph-Ignace Guillotin asal Perancis ini dibuat untuk memberikan sang terhukum cara paling cepat untuk mati tanpa merasa kesakitan yang lama dan menyiksa. Penggunaan alat Guillotine dimulai ketika pada proses-proses eksekusi sebelumnya, sang eksekutor (pada proses pemenggalan kepala) kadang tidak langsung membuat korbannya mati pada pukulan pertama.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR