Mario Steve Ambarita (21) menghebohkan dunia karena menyelinap ke dalam rongga roda pesawat Garuda Indonesia GA 177 tujuan Pekanbaru-Jakarta. Dia mengatakan, motivasinya untuk menumpang secara ilegal pada pesawat tersebut adalah karena ingin melihat Jakarta.
Sebuah keberuntungan bahwa dia selamat. Meski demikian, jari-jarinya membiru serta telinganya mengalami pendarahan. Apa yang mungkin terjadi kepadanya saat meringkuk di rongga roda pesawat? Apa yang akan terjadi pada tubuh kita jika mengikuti jejaknya?
Satu kemungkinan terburuk terbang secara ilegal di rongga roda pesawat adalah terlempar ke daratan. Kasus terlempar ke daratan paling fenomenal adalah yang diabadikan fotografer amatir asal Australia, John Glipin.
Dia mengabadikan foto remaja berusia 14 tahun bernama Keith Sapsford yang menumpang secara ilegal di rongga roda pesawat Japan Airlines rute Sydney-Tokyo pada Februari 1970. Ia terempas ke daratan begitu pesawat lepas landas. Sangat tragis.
Kasus jatuh dari pesawat lain terjadi di Inggris. Dilaporkan The Guardian, 25 April 2013, potongan-potongan tubuh Jose Matada ditemukan di barat London. Dia diduga menumpang di rongga pesawat British Airways sebelum akhirnya jatuh saat pesawat akan mendarat.
Jika tak jatuh, kemungkinan yang akan terjadi jika menumpang di rongga roda pesawat adalah tersiksa hingga bisa berujung kematian. Menjadi penumpang secara ilegal di rongga roda pesawat, atau stowaway, membuat seseorang mengalami hypoxia dan hipotermia.
Ketika pesawat naik ke ketinggian, proporsi oksigen memang tidak berubah, tetapi tekanan akan mengalami perubahan. Perubahan tekanan akan memengaruhi jumlah oksigen yang dapat diserap oleh tubuh.
Keterbatasan menyerap oksigen menyebabkan tubuh kekurangan senyawa unsur penting itu, disebut hypoxia. Kondisi hypoxia, seperti diberitakan Livescience, 12 September 2012, akan menyebabkan rasa lemas, tremor, hilang kesadaran, tak mampu melihat, dan kematian.
Manifestasi dari hypoxia dapat berupa badan yang membiru akibat kekurangan oksigen. Itulah yang mungkin terjadi terhadap Mario. Telinga berdarah dapat terjadi akibat berada di daerah bertekanan ekstrem, seperti di ketinggian.
GA 177, menurut VP Corporate Communication Garuda Indonesia Pujobroto, terbang selama 1 jam 10 menit dari Pekanbaru ke Jakarta dengan ketinggian jelajah 30.000 kaki-40.000 kaki. Pada ketinggian itu, suhu diperkirakan berkisar antara -45 hingga -65 derajat Celsius.
Dalam kondisi suhu sangat rendah, tubuh bisa mengalami hipotermia hingga akhirnya mati membeku. Panas dari mesin pesawat dan gesekan dengan udara kemungkinan bisa memberikan kehangatan, tetapi itu tak cukup untuk mengatasi hipotermia.
Memang, ada kasus orang selamat setelah menjadi stowaway. Yahya Abdi, remaja berusia 16 tahun dari Etiopia, selamat setelah menjadi stowaway di pesawat Boeing 737 yang terbang dari San Jose ke Hawaii dalam waktu 5,5 jam.
Namun, seperti diberitakan BBC, 12 September 2012, persentase orang selamat setelah stowaway hanya 24 persen. Dengan demikian, menjadi stowaway bukan sesuatu yang bisa dilakukan dengan alasan apa pun. Langkah Mario dan yang lainnya tak perlu ditiru.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR