Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu dari 25 spesies terancam punah yang ditargetkan populasinya akan meningkat sebesar 10 persen. Kebijakan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2014-2019 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) inilah dasar acuannya.
Sonny Partono, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam KLHK, menjelaskan bahwa target peningkatan populasi harimau sumatera merupakan komitmen pemerintah yang dalam upaya konservasi agar harimau sumatera tidak punah. "Peningkatan komunikasi antara Ditjen PHKA dengan para mitra berupa evaluasi rutin mengenai populasi, sebaran dan ancaman harimau sumatera di seluruh wilayah persebarannya terus dilakukan," ujarnya saat Lokakarya Monitoring Harimau Sumatera di Bogor, akhir Maret lalu.
Sonny menuturkan, untuk mencapai target tersebut maka seluruh ancaman yang dapat menghambat pertumbuhan populasi harimau harus diminimalisir. Upaya penyelamatan harimau sumatera yang telah ada dalam Strategi dan Rencana Aksi Pelestarian Harimau Sumatera 2007-2017 harus dilakukan semaksimal mungkin.
Menurut Sonny, Kementerian LHK dan seluruh mitra di wilayah kerja akan meningkatkan koordinasi dan integrasi data dalam pelaksanaan monitoring populasi harimau sumatera. Selain itu, tindakan hukum juga akan dilakukan terhadap pelaku perburuan dan perdagangan yang sifatnya represif dan preventif. "Tindakan represif merupakan hukuman yang dijatuhkan ketika pelaku tertangkap tangan, sementara preventif berupa pencegahan adanya perilaku perburuan dan perdagangan harimau."
Bambang Dahono Adji, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menuturkan, target peningkatan 10 persen ini cukup beralasan. Pasalnya, periode sebelumnya, 2010-2014, target sebesar 3 persen yang dicanangkan untuk 14 spesies terancam punah tercapai dengan baik. "Berdasarkan analisis dan jumlah populasi hasil pemantauan lapangan, angka 10 persen cukup realistis dan optimis tercapai."
Menurut Bambang, program yang dilakukan untuk meningkatkan populasi harimau sumatera saat ini dilakukan melalui cara in situ yaitu pelestarian harimau di habitat aslinya, dan ex situ. "Untuk konservasi ex situ, pelestarian harimau di luar habitat aslinya, telah diwajibkan pula pada kebun binatang untuk melakukan pengembangbiakan (breeding) sebagaimana telah dilakukan di Taman Safari Indonesia. Nah, harimau hasil breeding ini nantinya akan dilepasliarkan di hutan untuk berkembang biak, sehingga target peningkatan populasi akan terpenuhi."
Tentunya, target ini diukur setiap tahunnya baik dari hasil pemantauan di alam (langsung maupun tidak), penangkaran, rehabilitasi yang telah dilepasliarkan, dan pengembangbiakan di lembaga konservasi. "Evaluasi akan dilakukan setiap tahun," ujar Bambang.
Ambisius
Dihubungi terpisah, Sunarto, peneliti harimau dari WWF Indonesia mengatakan, untuk saat ini kita harus ambisius terhadap target 10 persen. Tidak ada pilihan lain. Bila kita ingin meningkatkan populasi harimau yang statusnya Kritis (Critically Endangered/CR) ini, maka program ambisius harus dijalankan. “Asalkan ada kesungguhan niat dari pemerintah dan mendapat dukungan publik, tidak mustahil akan terwujud.”
Hanya saja, menurut Sunarto, ini bukanlah pekerjaan mudah. Karena, selain perburuan, habitat harimau juga sudah terusik akibat hutan yang merupakan rumahnya terus dibuka. “Pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan kelestarian satwa merupakan ancaman yang hingga saat ini masih terjadi. Padahal, meningkatnya populasi harimau merupakan indikator perbaikan lingkungan karena hutannya lestari,” ujarnya, Selasa (7/4).
Untuk itu, dua ancaman terbesar terhadap harimau sumatera yang menguntit saat ini haruslah diatasi. Pertama, perburuan yang sulit dilacak keberadaanya namun tetap terjadi. Indikasi ini terlihat dengan ditemukannya jerat di beberapa lokasi patroli di Riau ditambah juga dengan jaringan perdagangan yang begitu kuat untuk diberantas. Kedua, kerusakan habitat akibat tingginya laju kerusakan hutan harus dipikirkan. Hutan yang sudah rusak harus segera direstorasi agar pulih kembali. “Ini tantangan nyata,” jelas Sunarto.
Noviar Andayani, Country Director Wildlife Conservation Society – Indonesia Program (WCS-IP) menyambut baik upaya Ditjen PHKA dalam peningkatan populasi harimau. Menurutnya, efektivitas pengelolaan kawasan konservasi, perlu dilakukan dengan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. “Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan perlu dimaksimalkan peranannya dalam melatih sumber daya manusia yang kompeten. Karena, bicara penyelamatan harimau, yang habitatnya ada di kawasan konservasi, tidak akan terlepas dari kecakapan sumber manusia juga,” paparnya.
Harimau sumatera merupakan subspesies yang masih tersisa di Indonesia. Dua subspesies lainnya yang pernah ada yaitu harimau jawa dan harimau bali telah dinyatakan punah sebelumnya. Tahun 1940-an untuk harimau bali dan 1980-an untuk harimau jawa.
Diperkirakan, jumlah harimau sumatera saat ini antara 300 – 400 individu. Dari jumlah tersebut, berdasarkan data WCS, kurang dari 100 individunya berada di seputaran Taman Nasional Gunung Leuser.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR