Dalam dua minggu pertama April—hingga kisah ini ditulis—lebih dari 1.500 pendaki telah menjejaki puncak Tambora.Namun, para pendaki itu telah meninggalkan jejak sampah di sepanjang rute pendakian.
"Hutan di sini sudah rusak. Ironis sekali melihat keadaan alam kita seperti ini."
Haji Zuaril Buyung merupakan mantan manajer produksi pembukaan hutan di Tambora pada akhir 1970-an hingga 1990-an. Warga Oibura, desa di sisi barat kaldera Tambora, mengatakan bahwa pemerintah telah mengeluarkan izin proyek pembukaan hutan di sisi selatan Tambora, Kabupaten Dompu. Dia menyebut nama sebuah perusahaan bidang perkebunan dan kehutanan yang berkantor di Kuningan, Jakarta Selatan, yang kelak mengeksekusi proyek ini pada 2015.
Awal tahun lalu Kantor Berita Antara telah mewartakan, perusahaan swasta tersebut menggalang kesepakatan kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk merentangkan hutan tanaman industri seluas 30.000 hektare di pinggang Tambora, Kabupaten Dompu. Lahan seluas itu merupakan bekas hak penguasaan hutan milik perusahaan tempat Buyung bertugas.
"Saya dipanggil lagi, sebagai manajer produksi lagi!" Buyung berujar sambil berbinar. "Mulai tahun ini."
(Disarikan dari “Petaka Baru Bagi Tambora”, kisah feature dalam web National Geographic Indonesia, edisi April.)
Penulis | : | |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR