Sekitar tahun 1970an, muncul teori yang menyatakan bahwa seorang bayi berumur dua bulan sudah dapat tersenyum, mengernyirkan alis, dan merubah bentuk wajahnya sebagai bentuk reaksi yang tepat terhadap emosi positif atau negatif, seperti perasaan nyaman atau ketakutan.
Michael Lewis yang pernah meneliti perkembangan anak di Rutgers Robert Wood Johnson Medical School pernah menemukan bahwa bayi berumur dua bulan yang ia teliti menunjukkan ekspresi gembira di wajahnya saat suatu foto yang menunjukkan karakter animasi diperlihatkan kepada sang bayi. Ketika foto itu diganti, mereka menunjukkan ekspresi marah dan sedih.
Namun, professor psikologi bernama Linda Camras menyangsikan hal itu hanya berlaku pada bayi yang diteliti Lewis, bukan pada semua bayi umur dua bulan. Pasalnya, ia pernah meneliti ekspresi bayinya sendiri dan menemukan bahwa ekspresi yang ditunjukkan sang bayi tidak selalu tepat dengan emosinya. Contohnya, sang buah hati akan mengernyitkan alis—ekspresi yang biasa ditemukan saat orang merasa bingung dan heran—saat diberikan mainan yang sudah seringkali ia mainkan. “dengan mengernyitkan alis, ia menunjukkan ekspresi gembira,” jelas Camras.
Hal itu menunjukkan bahwa bayi tidak memiliki ekspresi wajah yang sama dengan manusia dewasa untuk menunjukkan responnya terhadap emosi positif atau negatif.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR