BioMed Central, penerbit jurnal-jurnal yang bebas diakses dalam bidang sains, teknologi, dan kedokteran, melakukan survei dan mendapati bahwa 56,3 persen guru mengatakan bahwa kita tak boleh membaca dalam remang.
Padahal selama ini tak ada penelitian yang bisa membuktikan bahwa hal itu akan memberikan efek buruk jangka panjang pada mata.
Bahkan pada saat aliran listrik belum ada dan orang membaca menggunakan cahaya lilin, tak ada catatan tentang kondisi penglihatan yang berkurang akibat hal ini. Anggapan ini bisa saja meluas karena para orangtua tak ingin anaknya berlarut-larut membaca buku di saat jam tidur.
“Kerusakan” yang terjadi saat membaca di tempat dengan penerangan lampu yang minim dibandingkan dengan di tempat terang, adalah keletihan mata. Profesor Howard Howland, seorang ahli optometri dari Cornell University mengatakan bahwa saat membaca, otot meregang lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal. Hal ini terjadi agar semua yang ada di depan mata menjadi fokus.
Kondisi mata yang letih ini sendiri bisa hilang hanya dengan mengistirahatkan mata untuk beberapa saat. Ahli optometri menyarankan agar setelah melihat hal-hal yang dekat selama 15 hingga 30 menit, kita seharusnya beristirahat selama satu menit dengan memandang kejauhan.
Selain itu, hal yang amat membantu adalah memejamkan mata selama semenit, karena saat berfokus pada sesuatu yang dekat seperti membaca, Anda hanya berkedip seperpempat kali lipat dari kondisi normal, hingga mata menjadi lebih kering.
Orang yang seharusnya lebih banyak mendapat perhatian adalah mereka yang terfokus pada benda-benda yang dekat dalam jangka waktu yang lama. Contohnya orang yang bekerja menggunakan komputer sepanjang hari atau menjahit dengan mesin. Mereka memiliki risiko lebih besar mengalami rabun dekat.
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Penulis | : | |
Editor | : | Yoga Hastyadi Widiartanto |
KOMENTAR