Sejak tahun 2012, para peneliti di Institut Pertanian Bogor (IPB) telah mengembangkan beras analog. Dalam dunia penelitian, beras ini berbahan baku singkong, tepung sagu, jagung, umbi-umbian, dan beberapa sumber karbohidrat lain. Beras ini diciptakan sebagai diversifikasi bahan pangan untuk mengurangi ketergantungan konsumsi terhadap beras padi.
Menurut Fransisca Rungkat Zakaria, Guru Besar Ilmu Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, bahan baku beras analog ini adalah singkong, ubi jalar, sagu, dan beberapa jenis umbi-umbian lainnya, yanh memiliki kandungan indeks glikemik (glukosa dalam karbohidrat yang terdapat pada suatu pangan) yang umumnya lebih rendah dibandingkan beras padi. Meski demikian, dibandingkan dengan beras padi, sumber karbohidrat maupun gizi yang terkandung di dalam beras analog tidak jauh berbeda.
Dengan begitu, beras ini tentu lebih sehat jika dibandingkan beras padi, terutama bagi pada penderita diabetes melitus. Dengan mengonsumsi beras analog, diharapkan kadar gula para penderita diabetes melitus lebih stabil. Lagipula, beras analog memiliki bentuk dan rasa yang menyerupai beras padi, sehingga para penderita diabetes melitus tidak perlu mengubah pola konsumsinya, karena cara mengonsumsi beras analog sama seperti beras padi. Apalagi, nasi memang menjadi makanan utama mayoritas masyarakat Indonesia.
Sayangnya, harga jual terbilang masih mahal dan masih menjadi kendala saat ini. Harga jual ini berdasarkan bahan baku dan proses pembuatan beras analog. "Padahal, beras analog diharapkan menjadi salah satu diversifikasi pangan, untuk mengurangi ketergantungan angka impor beras dalam negeri," ujar Fransiska yang juga anggota Komisi I Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR