Jalan kampung tak kurang dari 500 meter itu jadi saksi hidup tentang keberagaman di Indonesia. Di sepanjang jalan sepetak itu, berjejer empat rumah ibadah, yang satu di antaranya bediri berdampingan.
Potret keberagaman hidup itu terjadi di Kampung kecil bernama Kalipuru, Desa Kalirejo, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Dukuh kecil dari empat dukuh yang ada di Kalirejo, dihuni sekitar 700 orang dari 250 kartu keluarga.
Meski kecil, suasana kehidupannya ternyata lebih beragam dan toleran. Dukuh itu jadi fakta penting tentang keberagaman masyarakat. Perbedaan agama dan keyakinan yang ada, ternyata tidak sekalipun menjadi masalah yang berarti. Justru perbedaan itu dikelola dengan sangat baik hingga muncul rasa menghormati yang amat tinggi.
"Jika ada yang mengusik kami, pasti akan mental, enggak akan kuat. Desa kami sudah terbukti mengedepankan kedamaian," kata Marsudi, Kepala Desa Kalirejo, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, belum lama ini.
Kalipuru berbeda dari dukuh lain pada umumnya. Jika keberagaman masyarakat terjadi oleh pendatang yang menghuni wilayah tertentu, namun tidak di Kalipuru. Mereka sudah sejak lahir diajakan pluralisme, saling menghormati.
Empat rumah ibadah pun berdiri saling berdekatan. Masjid at-Taqwa untuk umat Islam, kemudian Gereja Kristen Jawa (GKJ) Boja untuk warga Kristen, Musholla Suwuan untuk Islam dan Pura Sita Nirmala Jati untuk Hindu. Selain yang beragama, para penghayat kepercayaan juga hidup berdampingan dengan mereka.
Dukuh Kalipuru berada di tengah hutan Kabupaten Kendal. Butuh waktu dan kerja berlebih untuk sanggup sampai di tempat ini. Jika telah sampai, sekilas memang tidak ada perbedaan dengan desa lainnya.
Ponidjan, 63 tahun, tokoh Hindu Kalipuru, berujar bahwa di dukuhnya tidak ada ada masalah soal kehidupan keberagaman. Dusun ini disebutnya hanya satu-satunya yang punya tiga agama sejak turun temurun.
"Di sini ada tiga agama yang berkembang, Islam (mayoritas), kemudian Hindu dan Kristen. Semua penganut agama tidak ada masalah," papar Ponidjan, yang juga merangkap sebagai Kaur Keuangan Desa Kalirejo itu.
Mantan anggota Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Kendal menambahkan, tempatnya bisa damai karena ruang sosial untuk ajang warga bertemu banyak saluran. Setelah berkumpul, mereka tidak pernah memperbicangkan konflik agama, meski empat rumah ibadah telah berdiri sejak lama.
"Warga di sini sengkuyung-nya dan gotong royong masih sangat tinggi. Ketika satu agama mengadakan hajat, warga umat lain dengan rela hati akan membantu," paparnya.
Jalan kampung itu seolah jadi penanda akan pentingnya hidup damai di tengah masyarakat. Meski berada di tengah hutan, unsur saling menghormati antara sesamanya lebih tinggi. Mereka lebih mementingkan perdamaian terlebih dulu, dibanding keyakinan agama mereka. (bersambung)
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR