Ketika melirik ke kiri, ke arah penonton pria Pakistan, tak seorang pun tampak riang. Wajah mereka serius. Dengan mengenakan celana olahraga putih, pembawa acara petang itu meminta penonton meneriakkan kata-kata "Hindustan Zindabad!” (Hidup India!) dari perbatsan India.
Teriakkan itu disambut dengan kata "Pakistan!" dari balik pintu gerbang. Mereka bertepuk tangan, berdendang dan meluapkan keriangan diiringi dengan petikan lirik “Jai Ho”, dari film Slumdog Millionaire.
Sulit membayangkan bahwa pada saat itu kami sejatinya berada di titik perbatasan antara kedua negara yang hubungannya emosional dan diwarnai kekerasan. Upacara dibuka dengan meriah. Atau lebih tepat dengan teriakan.
!break!Penjaga perbatasan India tampil dengan mengenakan seragam berwarna dril resmi yang disemati berbagai medali berharga dan juga mengenakan topi merah menjulang ke langit. Seorang penjaga dengan raut wajah serius berjalan ke arah mikrofon, menarik nafas dalam-dalam dan lantas menghembuskan nafas sambil berteriak yang disahut oleh penjaga di wilayah Pakistan.
Mereka bersaing untuk mengeluarkan suara sekeras mungkin. Dua orang dari dua negara berbeda, hanya dipisahkan oleh jarak kurang dari 100 meter, berlomba berteriak dengan gaya lama.
Begitu penjaga perbatasan kami kehabisan nafas (penjaga perbatasan Pakistan berhasil berteriak beberapa detik lebih lama), dengan sigap ia berbaris di lajur menuju Pakistan diikuti oleh lima penjaga lainnya.
Mereka berdiri tegak di tengah jalan dan memulai serangkaian gerakan dengan menendang dan menghentakkan kaki secara singkron.
Ajaibnya, hiasan kepala berlebihan yang mereka kenakan dan ekspresi serius tidak pernah goyah. Dari waktu ke waktu, seorang penjaga menatap perbatasan Pakistan dengan ekspresi menakutkan, seolah-olah untuk mengintimidasi lawan-lawannya.
Pada tahap ini, patriotisme di kalangan penonton terasa; setiap kelompok penonton bersorak dan bertepuk tangan.
Penjaga perbatasan yang mengumandangkan seruan perang berjalan, menyelesaikan serangkaian gerakan menghentakkan kaku dan menendang tinggi-tinggi, bahkan hampir saja lututnya menyentuh hidung.
Begitu juga penjaga perbatasan Pakistan menunjukkan ketangkasannya membawakan jurus-jurus pencak silat. Aksi mereka berakhir pada saat yang sama, yang ditutup dengan saling memberikan tatapan dalam tempo lama.
Upacara akhirnya mencapai pamungkas yang hampir antiklimatik ketika bendera kedua negara menyaksikan jabat tangan cepat antara dua komandan penjaga perbatasan.
Dan dengan musik diturunkan tepat secara bersamaan. Seandainya saya berkedip, saya akan akan kehilangan momen mengantar terakhir, pintu gerbang ditutu dengan mantap.
Begitu penonton mulai membubarkan diri, suami dan saya tetap duduk, mencerna apa yang baru saja kami amati.
India dan Pakistan mungkin saja mengalami konflik panjang. Tetapi juga menyejukkan hati melihat fakta bahwa setiap malam sekalipun sebentar, kedua negara bersatu menutup pintu perbatasan.
Penulis | : | |
Editor | : | Ajeng |
KOMENTAR