Nationalgeographic.co.id—Pernahkah Anda membeli sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan? Kemungkinan besar, jawabannya iya.
Kita kerap terjebak dalam siklus membeli barang baru, berpindah ke versi terbaru, dan memenuhi hidup dengan kepemilikan yang tidak perlu.
Inilah yang disebut Diderot Effect: kecenderungan untuk konsumsi berlebihan, terutama dipicu oleh keinginan alami kita untuk hidup lebih baik.
Fenomena ini dipopulerkan oleh pakar antropologi budaya Grant McCracken yang terinspirasi dari kisah Denis Diderot, seorang filsuf Prancis abad ke-18.
Diderot, setelah mendapatkan jubah mandi mewah, merasa bahwa barang-barang miliknya yang lain terasa murahan dan tidak serasi.
Hal ini mendorongnya untuk membeli lebih banyak barang baru agar selaras dengan jubah barunya.
Tanpa disadari, Diderot terjerumus dalam spiral konsumsi berlebihan yang membuatnya terlilit utang.
Artikel ini akan mengupas lebih dalam tentang Diderot Effect, bagaimana cara kerjanya, dampak negatifnya, dan tips-tips untuk mengatasinya.
Asal Mula Diderot Effect
Mengutip buku Atomic Habits karya James Clear, istilah "Diderot Effect" berasal dari kisah Denis Diderot, seorang filsuf Prancis abad ke-18.
Suatu hari, Diderot menerima hadiah jubah mandi mewah dari seorang teman.
Baca Juga: Dari Kucing hingga Hantu: Perang Psikologis dalam Sejarah Dunia
KOMENTAR