Ada 13 bahasa daerah yang jumlah penuturnya lebih dari 1 juta orang atau terbanyak. Tim ahli Komisi III DPD RI, Profesor, Multania Retno Mayekti Tawangsih Lauder, menyebutkan ke-13 bahasa daerah itu adalah Aceh, Batak, Minangkabau, Rejang, Lampung, Sunda, Melayu, Jawa, Madura, Bali, Sasak, Makassar, dan Bugis.
Kategori ini, lanjutnya, termasuk dalam bahasa daerah yang masih jauh di ambang kepunahan.
"Di Bengkulu ada tuh suku Rejang yang penuturnya masih cukup besar," kata Multania, saat mengunjungi Bengkulu dalam konsultasi pembahasan draft Rancangan Undang-undang (RUU) Bahasa Daerah yang digagas DPD-RI, Senin (15/6/2015).
Ia melanjutkan, sejauh ini terdapat 14 bahasa daerah di Indonesia yang telah punah. Sementara itu, satu bahasa lagi hanya digunakan oleh satu orang dan dinyatakan nyaris musnah.
Dari empat belas bahasa yang punah itu, 10 bahasa dari Maluku Tengah, yakni bahasa Hoti, Hukumina, Hulung, Serua, Te\'un, Palumata, Loun, Moksela, Naka\'ela, dan Nila. Dua bahasa lainnya dari Maluku Utara, yakni Ternateno dan Ibu. Adapun dua bahasa berasal dari Papua, yakni Saponi dan Mapia.
"Ada juga bahasa daerah yang masih digunakan masyarakat namun jumlahnya cukup kecil di bawah 100 orang ada yang malah jumlahnya enam orang dan satu orang bagaimana kalau cuma satu orang dia mau berkomunikasi, ini cukup memprihatinkan," lanjut dia.
Jumlah penyebaran bahasa daerah di Indonesia kata dia tidak sama dengan jumlah penduduk. Ia contohkan di Indonesia Timur jumlah bahasa daerah lebih banyak ketimbang wilayah padat. Bahasa Daerah terbanyak terdapat di Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan sedikit di Jawa dengan 20 bahasa.
Ia mengatakan negara harus menjamin dan melindungi bahasa daerah agar tak punah karena itu merupakan warisan budaya.
"Harus ada manajemen bahasa agar bahasa daerah tak hilang," pungkasnya.
Sumber: Harian Kompas
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR