Barulah satu abad kemudian ketika Raja Gowa ditawarkan dua agama, orang Melayu di Somba Opu perihatin dengan kegalauannya. Komunitas ini memohon pada Sultan Muda Alauddin Riayat Syah mendatangkan ulama ke Sulawesi Selatan, yang memang dikenal mengirimkan ulama keluar Aceh untuk menyebarkan agama.
Masa inilah awal mula penugasan Dato Tallua itu. Mereka sebelumnya telah berguru di zawiah atau sekolah agama seperti pesantren, yang telah berpengalaman menyebarkan Islam di kampung halaman mereka di Minangkabau.
"Ketiga ulama ini meninggalkan Minangkabau menuju Riau, kemudian menyeberang ke Johor. DI Riau dan Johor, mereka belajar mengenai budaya masyarakat Sulawesi Selatan dari para pelaut Bugis-Makassar," tulis Agussalim.
Baca Juga: Islam di Ammatoa, Peleburan Paham Agama dan Adat di Sulawesi Selatan
"Selanjutnya dengan difasilitasi Sultan Johor, mereka melanjutkan perjalanan misi dakwahnya. Dalam perjalanannya mereka kembali singgah dan berguru kepada Wali Songo di Tanah Jawa. Ketiga ulama ini mengakhiri perjalanan panjangnya setelah mendarat di Pelabuhan Somba Opu pada permulaan abad XVIII."
Ada tiga cara para ulama ini menyiarkan Islam. Pertama lewat jalur politik, sebagaimana kisah kedatangan mereka di komunitas Melayu yang bertanya "Siapa raja yang paling berpengaruh di daerah ini?", yang kemudian dijawab "Pajung Luwu."
Kemudian ada pula jalur teologis, seperti kesamaan akidah Islam dengan Dewata SewwaE yang dianut penguasa dan rakyat Luwu. Ketika kerajaan Luwu sudah beragama Islam, raja menyarankan agar mereka mendekati Gowa-Tallo.
Agussalim menyimpulkan, politik di Sulawesi Selatan saat itu, Kerajaan Luwu dianggap mulia untuk perihal keagamaan. Sedangkan Gowa-Tallo memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk menyebarkan agama.
Sejak Gowa-Tallo dipengaruhi Islam, agama itu disiarkan berangsur-angsur di Sulawesi Selatan, termasuk ke Bulukumba tempat orang adat Ammatoa di Kajang bertempat. Penyebaran di Bulukumba dilaporkan penuh dengan dialog keagamaan dan kesamaan paham antara Islam dan kepercayaan asli yang dianut.
Baca Juga: To Manurung, Sosok, dan Falsafah Demokrasi Ciri Khas Sulawesi Selatan
Source | : | perpusnas.go.id |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR