Jumat, 26 Juni 2015, halaman gedung Mahkamah Agung Amerika Serikat nampak berwarna-warni. Di sana, ratusan orang bergembira sembari mengibarkan bendera pelangi menyusul keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat yang menyatakan bahwa konstitusi menjamin hak-hak bagi pernikahan sesama jenis.
Keputusan tersebut diambil berdasarkan pemungutan suara dengan hasil 5-4. Hakim Ruth Bader Ginsburg, Stephen G. Breyer, Sonia Sotomayor dan Elena Kagan bergabung dengan opini mayoritas yang diwakili oleh Hakim Anthony M. Kennedy.
Sedang dari pihak yang tidak setuju adalah Ketua Mahkamah Agung John G. Roberts Jr., Hakim Antonin Scalia, Clarence Thomas dan Samuel A. Alito.
“Tidak ada kesatuan yang lebih mendalam daripada perkawinan, untuk mewujudkan cita-cita tertinggi cinta, kesetiaan, pengabdian, pengorbanan dan keluarga,” ujar Hakim Kennedy.
Sebagai pihak yang tidak setuju, Hakim Roberts menyatakan bahwa rakyat Amerika berhak untuk merayakan hari ini dalam rangka mendukung perluasan pernikahan sesama jenis.
"Merayakan pencapaian tujuan yang diinginkan. Merayakan kesempatan bagi ekspresi baru atas komitmen untuk menjadi mitra. Merayakan ketersediaan manfaat baru,” ujarnya. “Tapi jangan merayakan konstitusi.”
Hakim Roberts menganggap bahwa konstitusi tidak mengatakan apapun tentang pernikahan sejenis. Berbeda dengan Hakim Kennedy yang menganggap bahwa keputusan atas hak bagi pasangan sesama jenis untuk menikah tidak dapat disangkal lagi. Pernikahan adalah "pondasi dari tatanan sosial kita," ungkap Hakim Kennedy. Dia menambahkan bahwa para penggugat dalam kasus mencari kesetaraan martabat di mata hukum.
Hakim Kennedy adalah “penulis” dari tiga kasus perihal pernikahan sesama jenis di Mahkamah Agung sebelumnya. Keputusan terbaru datang tepat dua tahun setelah pendapatnya dalam kasus United States v. Windsor dipukul hukum federal. Mereka menyangkal manfaat dari pernikahan sejenis.
Dan tepat 12 tahun, pendapatnya di Lawrence v. Texas, dipukul undang-undang yang menganggap hubungan sejenis sebagai sebuah kejahatan.
Keputusan Mahkamah Agung oleh berbagai pihak dianggap sebagai puncak dari dekade litigasi dan aktivisme, dimana menyulut kegembiraan di seluruh dunia. Di halaman gedung Mahkamah Agung, kerumunan menangis, berpelukan, sambil terus menyanyikan “love has won”.
Sebelumnya, Amerika Serikat menjadi satu dari enam negara yang berpotensi mengikuti jejak Irlandia yang telah melegalkan pernikahan pada 22 Mei 2015.
Dalam pernyataan di Rose Garden, Presiden Amerika Serikat Barrack Obama mengatakan bahwa keputusan tersebut ‘menegaskan apa yang jutaan orang Amerika percaya di dalam hati mereka."
Penulis | : | |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR