Tentu tidak mudah melacak pemilik jejak-jejak kaki binatang buas purba, apalagi kalau usia jejak tersebut 250 juta tahun.
Yang kita tahu, pernah terjadi kepunahan besar-besaran di permukaan Bumi, yang membuat 96% spesies musnah, fenomena yang biasa disebut Kepunahan Massal Permian.
Menurut para ahli terjadi lagi kepunahan massal, meski dengan skala tidak sebesar yang pertama, beberapa juta tahun setelahnya.
Mereka yang bertahan dari Kepunahan Massal Permian dengan cepat berkembang, satu di antaranya adalah binatang berukuran besar archosauriform yang dalam bahasa Yunani berarti “kadal-kadal yang berkuasa”.
Mereka bisa dengan cepat berkembang karena praktis tidak punya kompetitor yang menghalangi kelangsungan hidup mereka.
Ketika berkembang dan mendominasi daratan, mereka berubah bentuk dari seperti kadal menjadi lebih mirip buaya seperti yang kita saksikan sekarang.
Tapi ada perbedaan besar antara archosauriform dan buaya.
!break!Archosauriform berevolusi menjadi makhluk dengan tengkorak besar, beberapa di antaranya punya leher yang sangat panjang, dan ada yang bisa berdiri dengan posisi tegak.
Fosil tulang makhluk sangat sulit ditemukan yang mendorong para ahli menggunakan jejak-jejak kaki purba untuk meneliti mereka guna mendapatkan petunjuk bagaimana mereka berevolusi.
Para ahli, seperti Massimo Bernardi dari Museum Sains Muse di Trento, Italia, menggunakan metode gabungan dengan meneliti data tulang (skeletal) dan jejak fosil, seperti jejak kaki.
Biasanya kedua data ini dipelajari terpisah, sesuatu yang menurut Bernardi tidak masuk akal.
Dengan menggabungkan dua data, para peneliti bisa menunjukkan, ternyata jenis archosauriforms lebih banyak dari perkiraan semula.
Kita tahu bahwa binatang ini bertahan dari kepunahan massal di era Permian dan mereka terus hidup ke era Triassic.
Varian dai archosauriform diyakini melahirkan dinosaurus.
“Sangat penting bagi kita untuk memahami keberagaman jenis archosauriforms sebelum dan sesudah era kepunahan massal,” kata Bernardi kepada BBC Earth.
“Makhluk ini tidak hanya bisa bertahan, tapi juga berkembang dan berpencar selama atau setelah era kepunahan massal tersebut,” tambahnya.
Ia menegaskan seandainya saja archosauriform ikut punah, kita tidak pernah melihat burung-burung terbang di udara dan buku-buku palaentologi tidak akan pernah memasukkan jenis binatang bernama dinosaurus.
Itu karena semua burung yang ada saat ini adalah keturunan dinosaurus, mirip burung yang lazim disebut theropod.
Bernardi dan rekan-rekannya juga menemukan bahwa archosauriform, baik sebelum dan sesudah kepunahan massal, hidup di dataran rendah.
Ketika melakukan penelitian di taman geologi Bletterbach di Italia, Bernardi dan timnya menemukan beberapa jejak kaki baru.
!break!“Kami menyimpulkan bahwa jejak-jejak ini milik archosauriforms dengan bentuk anatomi yang jauh lebih maju,” jelas Bernardi.
“Dari bentuknya bisa kami katakan bahwa pemilik jejak kaki adalah archosauriform yang biasa ditemukan pada zaman Triassic, sekitar 10 juta tahun (setelah era Permian).”
Kesimpulan Bernardi dan timnya berarti, titik masa di mana archosauriforms berkembang menjadi beberapa variasi jauh lebih tua.
Analisis yang dimuat di jurnal ilmiah PLos One mengajukan teori bahwa archosauriform berkembang pesat selama kepunahan massal, bukan setelahnya.
Ini sendiri sangat menarik, kata Bernardi, karena masih ada debat seru tentang dampak langsung kepunahan massal, terutama bagi makhluk yang hidup di permukaan Bumi.
Mungkin saja fitur-fitur maju pada binatang ini membuatnya bertahan.
Atau mungkin juga karena “faktor keberuntungan” kata Bernardi.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR