Kajian ini diulang lagi oleh Eliécer Gutiérrez dari Smithsonian Institution, Washington, D.C. dan Ronald Pineof dari Universitas Kansas di Lawrence.
Setelah membandingkan sekuen DNA, mereka menemukan "tidak ada alasan untuk meyakini" sampel dua \'Yeti\' bukan dari beruang coklat.
Sykes dan timnya mengeluarkan pernyataan mengakui kesalahan mereka.
Meskipun demikian mereka juga menekankan "kesimpulan bahwa sampel \'Yeti\' Himalaya ini jelas bukan dari primata yang tidak dikenal, tetap tidak terpengaruh." Dengan kata lain sampel tersebut tidak seperti manusia-kera.
Tetapi pemikiran mahluk mirip kera di pegunungan sekarang lebih dapat dipercaya dibandingkan beberapa puluh tahun lalu. Sekarang kita mengetahui populasi hominid tidak bisa tersembunyi untuk waktu yang lama.
Contohnya Denisovans, spesies manusia punah yang diketahui keberadaannya dari sejumlah kerangkanya di sebuah gua di Siberia.
Hal tersebut baru ditemukan pada tahun 2008. Analisa genetika mengisyaratkan mahluk ini bertahan hidup selama ratusan ribu tahun, baru menjadi punah sekitar 40.000 tahun lalu.
Spesies yang sudah punah lainnya yang bisa bertahan sampai belum lama ini adalah \'hobbits\' Homo floresiensis yang kemungkinan bertahan hidup di Indonesia sampai 12.000 tahun lalu.
Hal ini mengisyaratkan kemungkinan terdapat populasi lain yang perlu dikaji.
Lewat tulisan di jurnal Nature pada tahun 2004, tidak lama setelah hobbit ditemukan, Henry Gee menyatakan, "Temuan bahwa Homo floresiensis yang masih bertahan hidup sampai baru-baru ini, secara geologis, menimbulkan kemungkinan cerita mahluk mirip manusia seperti Yeti kemungkinan ada benarnya."
Jelas pemikiran ini ada dasarnya. Tetapi masalahnya, tetap tidak terdapat bukti yang kuat, dan jika populasi manusia-kera yang tidak dikenal memang ada, terdapat beberapa hal yang seharusnya kita ketahui.
Jika dapat berada di habitatnya, primata dan binatang besar lainnya mudah ditemukan, bahkan meskipun ini adalah jenis yang jarang ditemui.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR