Selama masa penjajahan Jepang di Indonesia,tak hanya warga lokal yang menjadi tawanan perang negeri berjulukan “matahari terbit” itu.Salah satu warga kebangsaan asing yang pernah menjadi tawanan Jepang itu adalah Stuart Muriel Walker,atau lebih dikenal dengan nama Bali nya,K’tut Tantri.
K’Tut yang mendukung rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekaan,tertangkap oleh Kempetai (satuan polisi militer milik Jepang) ketika ia sedang bersembunyi di kediaman rumah seorang bangsawan di Solo.
Sebelumnya memang K’tut sudah mengkhawatirkan akan adanya usaha dari Jepang untuk menangkapnya karena ia membantu rakyat Indonesia dalam melawan penjajah.Karena dari itu ia kemudian melarikan diri ke Solo dari Surabaya yang sudah diperketat keamananya oleh tentara Jepang.
Namun keberadaan K’tut di Solo terendus oleh Jepang,akibatnya pada suatu malam kamar K’tut digeledah oleh Kempetai.Tanpa penjelasan Kempetai memasuki kamar K’tut dan mengambil beberapa surat dan dokumen yang K’tut miliki,termasuk pula paspor berkebangsaan Amerika Serikat yang ia miliki diambil secara paksa oleh Kempetai.
K’tut kemudian dibawa secara paksa ke sebuah penjara di daerah Kediri.Kondisi sel yang K’tut diami begitu memprihatinkan, tempat tidur yang hanya beralaskan tikar kotor,bantal terbuat dari merang yang menjadi tempat kutu busuk bersarang danjamban yang hanya berupa lubang di lantai tanah dengan seember air kotor di sampingnya.
Untuk urusan makan pun tahanan hanya diberi makan dua hari sekali berupa segenggam nasi dengan garam.Hasilya seminggu pertama di sel membuat berat badan K’tut turun 5 kilogram.Keingnan untuk mandi sepertinya menjadi hal yang mustahil bagi para tahanan,untuk sekedar mencuci muka dan menyisir menjadi hal yang tak bisa dilakukan.Belum lagi ketika hendak buang air tidak ada kemungkinan untuk menutup diri dari padangan orang lain.
Kejorokan dan kelaparan menjadi senjata utama Jepang dalam mematahkan semangat para tahananya dengan harapan mereka kemudian bersedia untuk memberikan Jepang informasi yang dibutuhkan.
Setelah beberapa hari di penjara,K’tut kemudian digiring memasuki sebuah ruang pemeriksaan,ruangan tersebut di penuhi beberapa perwira Jepang yang kemudian menghujani K’tut dengan berbagai pertanyaan.Kemudian dikatakan oleh mereka alasan mereka menangkap K’tut adalah karena dirinya adalah seorang mata-mata Amerika Serikat.
“Agen rahasia Amerika! Aku hampir saja tertawa,kalau tidak sedang setengah mati ketakutan saat itu”,ucap K’tut dalam mengisahkan reaksinya pada saat itu ketika dituduh sebagai mata-mata Amerika Serikat dalam autobiografinya yang berjudul Revolt In Paradise.
K’tut kemudian menjelaskan bahwa dirinya sama sekali tak memiliki hubungan dengan apa-apa yang berhubungan dengan mata-mata Amerika Serikat.Jawaban dari K’tut tak memuaskan para perwira Jepang di ruangan itu,salah seorang perwira kemudian memerintahkan K’tut untuk membuka pakaianya,namun karena hanya terpaku mendengar perintah itu,kemudian seorang letnan muda menyentakan baju K’tut hingga robek.
“Beridiri pada satu kaki,bentak pemeriksa ku.”Sekarang angkat kaki yang satu lagi,dengan lutut dibegkokan.”Aku ditamparnya karena tidak menuruti perintah itu dengan segera.”Bukan,bukan begitu,”teriaknya.”Ke samping!”,cerita K’tut akan perlakuan seorang perwira Jepang dalam autobiografinya.
Beberapa hari setelah pemeriksaan hari pertama,K’tut kemudian digiring kembali ruang pemeriksaan.Seorang perwira Jepang mengatakan bahwa mereka telah berhasil menangkap seorang mata-mata Tiongkok di Surabaya yang sebenarnya merupakan teman K’tut.Namun K’tut mengaku tak mengenalinya,lagi-lagi pihak Jepang merasa tak puas dengan jawaban K’tut sehingga mereka terus bertanya diiriigi dengan pukulan tongkat bamboo.Namun dengan menahan rasa penderitaanya,K’tut tetap mengaku mengenal orang Tiongkok itu.
Setelah dipukul dengan bamboo habis-habisan,kemudian K’tut dikembalikan ke sel.Sehari setelah itu K’tut setiap hari digiring ke ruangan pemeriksaan,setiap hari pula ia ditelanjangi dan ditanyai berbagai pertanyaan yang menyangkut dengan keterlibatan Amerika Serikat di Indonesia.
Penulis | : | |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR