Sebuah kajian baru meneliti pengaruh kehidupan kota pada alap-alap kawah (Falco peregrinus).
Tetapi mengapa pemangsa tercepat dunia ini menjadi penghuni kota?
Bertengger di tempat pengintaian di ketinggian- bisa di gereja, pencakar langit atau gedung terbengkalai yang sebelumnya megah - binatang tercepat dunia mengawasi kota di bawahnya.
Kota adalah kerajaan baru pemangsa ini, dan burung ini semakin banyak terlihat.
Alap-alap kawah adalah pemangsa angkasa yang sebenarnya.
Burung kuat dan cekatan ini dapat mencapai kecepatan sampai 200 km per jam saat menukik untuk menyambar mangsanya di udara.
Setelah menemukan lokasi korbannya dengan indera penglihatan yang tajam dan terbang turun seperti peluru, elang membunuh dengan kukunya yang tajam, mematahkan leher mangsanya.
Burung ini tercatat membunuh elang lain pada sebuah tempat di Exeter, Inggris untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya.
Sekitar 1.500 pasang burung saat ini tinggal di Inggris. Alap-alap kawah dikenal karena tanda mirip topeng di wajahnya, dada bernoda dan ekor pendek.
Populasi burung ini meningkat sejak tahun 1960an, setelah sebelumnya mereka mati karena keracunan pestisida yang sekarang telah dilarang DDT(dichlorodiphenyltrichloroethane).
Memakan bahan kimiawi tersebut sempat menyebabkan peningkatan kematian pada burung dewasa dan kulit telur menipis yang menyebabkan telur seringkali pecah.
Dalam beberapa puluh tahun terakhir, status alap-alap kawah Inggris, secara umum stabil atau meningkat, menurut Yayasan Unggas Inggris (BTO/British Trust for Ornithology).
Tetapi penggunaan tempat di perkotaan merupakan gejala yang relatif baru.
Penelitian BTO tahun 2002 menunjukkan alap-alap tinggal di 62 gedung buatan manusia termasuk yang berada di daerah perkotaan.
Ini adalah peningkatan dari 48 wilayah peregrine di pemukiman manusia sejak sensus 1991.
Hasil penelitian terbaru tahun 2014 masih belum keluar, tetapi terjadi peningkatan laporan tentang elang kota bahwa unggas ini sekarang banyak ditemukan di kota Inggris.
"Sebelum tahun 1980an hanya terdapat sedikit catatan tentang alap-alap yang bersarang di bangunan buatan manusia," kata Dr Mark Wilson, peneliti ekologi di BTO Scotland.
Para ahli mengetahui hanya satu sarang perkotaan yang tercatat sejak pertengahan abad ke 19, yaitu Katedral Salisbury.
Sekarang, kajian baru peneliti Universitas Nottingham Trent, Inggris akan menjadi kajian pertama yang langsung membandingkan alap-alap kota dan desa dengan menggunakan kamera yang ditempatkan di sarang mereka, untuk mengetahui pengaruh urbanisasi pada elang.
Dengan cara ini, para peneliti berharap mendapatkan penjelasan tentang perbedaan tingkah laku, makanan alap-alap kota dan desa, jumlah keturunan dan saat penetasan anak burung.
Tetapi apa yang membuat alap-alap tertarik kepada perkotaan?
Salah satunya adalah banyaknya kemungkinan tempat tinggal yang tersedia bagi alap-alap.
Katedral adalah rumah yang digemari. Demikian juga dengan pembangkit listrik, gedung tinggi universitas, tiang telepon.
Kompleks bangunan tinggi dan pencakar langit juga menjadi tempat tinggal di kota.
Sayangnya, seekor alap-alap muda di pencakar langit Manchester dilaporkan mati setelah melakukan penerbangan pertamanya karena menabrak jendela.
"Terdapat banyak pilihan tempat bersarang bagi alap-alap di perkotaan," kata Esther Kettel, peneliti di Universitas Nottingham Trent yang memimpin sebuah penelitian baru.
"Biasanya, alap-alap bersarang di tebing, karang dan pertambangan, sehingga mereka mendapatkan pandangan yang jelas terhadap kemungkinan mangsa dan juga aman bagi anak-anak burung dari serangan pemangsa.
Gedung tinggi seperti layaknya tebing, memudahkan alap-alap dalam melihat dari atas serta adanya tempat rata untuk bersarang.
"Semakin banyak orang menaruh kotak dan baki sarang di gedung, sehingga mendorongnya untuk bersarang."
Banyaknya mangsa yang tersedia - terutama burung dara - yang diduga menjadi alasan utama peningkatan alap-alap di kota.
Burung dara adalah bagian terbesar makanan burung kota.
Tetapi alap-alap tercatat memiliki makanan yang ternyata cukup bervariasi.
Ahli biologi Nick Dixon telah meneliti alap-alap kawah yang tinggal di atas Gereja St Michaels & All Angels, Exeter selama 18 tahun.
Untuk mencatat makanan mereka, dia mengumpulkan sisa-sisa mangsa - bulu, tulang, kaki dan paruh - dari binatang yang unggas tersebut makan dan buang.
Lebih 100 spesies burung didapat - mulai dari burung dara kayu, camar, burung hantu dan bebek kecil sampai ke burung layang-layang, pekakak dan puyuh.
Sebagian mangsa terlihat di daerah setempat, sementara yang lainnya didapat saat berpindah.
Tetapi terdapat satu mangsa yang mengejutkan.
Bagian tubuh binatang yang baru saja dikumpulkan berupa sebuah "kaki hitam" dengan "ganggang menempel", kata Dixon.
Setelah diperiksa ternyata itu adalah sayap kelelawar.
Kelelawar hasil kunyahan disamping mangsa lain yang aktif pada malam hari, memberikan bukti elang berburu pada malam hari.
"Ini membuat kita berkesimpulan bahwa alap-alap memiliki kesempatan untuk berburu dan menangkap mangsa pada malam hari karena polusi cahaya - cahaya oranye yang menutupi kota," kata Dixon.
Dia mengatakan teori pribadinya tentang peningkatan alap-alap kawah kota adalah bahwa unggas itu telah menjadi "bagian dari lingkungan buatan manusia," dan juga menjelaskan saat seekor burung muda terbang dari sarangnya di Exeter, kemungkinan unggas ini akan membuat sarang pada lingkungan yang sama di kota terdekat.
Tim Universitas Nottingham Trent memperkirakan kajian baru mereka akan mengungkapkan bahwa ealap-alap kawah dalah spesies yang dapat menyesuaikan diri dengan baik pada kehidupan kota.
"Spesies terbagi dalam tiga kelompok berbeda": "penghindar kota" di mana urbanisasi menjadi masalah besar; "kelompok netral" dan "penyesuai kota", jelas anggota tim Dr Louise Gentle, pengajar di universitas.
Para peneliti akan menggunakan webcam yang ditaruh pada sarang di Nottingham, Sheffield, Derby, Brighton, Exeter, Chichester, Aylesbury dan London yang akan memberikan pemahaman yang belum pernah didapat sebelumnya.
"Sekarang terdapat banyak kamera pada sarang kota melalui streaming lewat internet dan dapat dilihat umum, tetapi tidak banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan teknologi ini," kata Kettel.
Disamping perbedaan susunan makanan dan tingkah laku berburu malam hari, Kettel mengisyaratkan kajian juga akan menemukan teknik terbang yang berbeda di kota: "Burung kota tidak memiliki ruang lebar terbuka seperti burung desa, sehingga mungkin juga mereka menggunakan teknik terbang yang berbeda untuk menangkap mangsa.
"Kedua, karena ketersediaan makanan sepanjang tahun dan perlindungan yang lebih baik dari berbagai hal, pemangsa dan kematian, burung kota kemungkinan berkembang biak lebih cepat pada permulaan tahun dan menghasilkan lebih banyak anak burung dibandingkan unggas di desa.
Apakah alap-alap kota lebih sejahtera dibandingkan di desa? Sejumlah pengamat mengatakan masih terlalu dini untuk mengetahuinya.
Dr Gentle mengatakan tim Universitas Nottingham Trent "belum tentu dapat mengatakan burung kota lebih baik," berdasarkan kajian ini.
"Saya pikir burung-burung ini melakukannya dalam cara yang berbeda."
Dixon mengatakan," Secara pribadi saya tidak ingin memberikan komentar pasti."
"Meskipun demikian saya menyadari bahwa tingkat perkembangbiakannya lebih tinggi dibandingkan burung desa."
Salah satu keuntungannya, dia memperkirakan, adalah ketika anak burung jatuh ke darat, seringkali unggas dikembalikan ke sarang oleh orang yang mengawasi, sehingga terjaga.
Meskipun demikian Dr Wilson mengatakan pada "banyak keadaan" ealap-alap ota lebih baik kehidupannya.
"Tentunya, bila didasarkan pada kecenderungan populasi regional, tingkat hunian pada dataran tinggi daerah pedesaan menurun jika dibandingkan dengan dataran rendah, termasuk perkotaan."
Peningkatan alap-alap di perkotaan kemungkinan berdampak buruk pada burung dara.
Tetapi banyak orang menyambut baik. Ini adalah suatu perkembangan positif bagi spesies yang dibunuh di sejumlah tempat.
"Banyak orang yang antusias dan senang saat saya katakan bahwa alap-alap banyak ditemui di kota." kata Dr Wilson.
Dan dia mempunyai sejumlah masukan tentang cara melihat alap-alap.
"Awasi gedung-gedung tinggi - terutama tempat di mana alap-alap kawah dikenal berkembang biak, atau di mana orang menemui bagian tubuh burung di daratan.
"Masukan lain adalah lebih memperhatikan keresahan yang terjadi diantara burung-burung di wilayah luas...Reaksi spesies mangsa seringkali merupakan isyarat pertama adanya pemangsa di dekatnya," katanya.
"Cerita tentang peregrine adalah kesuksesan konservasi yang jarang terjadi, dan yang membuat saya mengagumi spesies peregrine. Mereka pemangsa yang kuat dan cepat bergerak, tetapi juga anggun dan misterius," kata Kettel.
"Bagi saya, alap-alap mewakili alam liar yang sebenarnya, kita cukup beruntung dapat melihat mereka dari dekat sehingga memungkinkan kita meneliti kehidupan unggas ini."
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR