Suara peluit pawang rusa membangunkan puluhan makhluk berkaki empat di kawasan Monas, Jakarta Pusat. Sontak gerombolan rusa mendekati Sugito, pria yang telah bekerja di kawasan bersejarah tersebut sejak tahun 1980-an.
“Jika peluit saya bunyikan, maka rusa-rusa itu akan mendekat,” kata Sugito yang sehari-hari bertugas memberi makan puluhan rusa.
“Dalam sehari kami memberi makan 50 kilogram wortel dicampur ubi untuk 90 ekor,” lanjut pria paruh baya itu seraya menunjuk rekannya yang sedang memotong ubi.
Rini Hariyani, kepala kantor pengelola kawasan Monas, menjelaskan rusa-rusa itu didatangkan atas inisiatif mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso dari Kebun Raya Bogor karena ingin melihat Monas tampak permai oleh kawanan hewan berpunggung bintik ini.
Kini, menurut Rini, rusa totol (axis axis) yang sudah hampir 15 tahun menghuni sebagian wilayah Taman Monas, telah berkembang biak dari 40 ekor menjadi lebih dari 90 ekor.
Namun, memelihara rusa dalam jumlah banyak di tengah kota seperti Jakarta, memiliki tantangan tersendiri, kata Rini yang baru menjabat sebagai kepala pengelola kawasan Monas pada 2014 lalu.
“Suara bising bisa mengganggu rusa-rusa tersebut, mereka juga stres jika ada demonstrasi. Mereka membutuhkan ketenangan dan suasana yang rindang. Sementara untuk membuat kawasan lebih rimbun atau tertutup agak sulit karena iklim yang panas,” kata Rini kepada BBC Indonesia.
!break!Selain bising, kawanan rusa di Monas juga terancam oleh musim kemarau karena rumput yang menjadi makanan rusa menjadi kering. Ia pun mengupayakan sejumlah langkah seperti penopingan pohon agar tetap rimbun dan memberikan pelindung di tiap sisi taman.
“Kami membeli rumput, di samping menyediakan makanan lain yaitu ubi dan wortel,” lanjutnya.
Meski pihak pengelola mengatakan bahwa rusa-rusa tersebut berkembang biak dengan normal di lahan seluas 0,3 hektare, namun keputusan menempatkan hewan-hewan tersebut bertentangan dengan sikap salah satu kelompok pecinta binatang.
Benevica, pegiat dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) menjelaskan bahwa rusa totol (axis axis) ini adalah jenis rusa asal India yang tidak dilindungi.
Ia mengatakan bahwa keberadaan rusa di Taman Monas cukup memungkinkan, karena lokasi itu cukup luas. Namun harus dipertimbangkan antara jumlah rusa dan luas taman agar terjaga populasinya.
“Kita harus berkomitmen jika menaruh satwa di suatu tempat. Kita harus memperhatikan kesejahteraan hewan seperti bebas dari rasa panas, haus, lapar, sakit, berperilaku normal, ada sumber air, pakan, dikontrol kesehatannya. Saya kira itu yang harus dilakukan pemerintah daerah,” papar Benevica.
Ia pun menambahkan jika populasi rusa sudah terlalu padat, dan melebihi kapasitas, sebaiknya hewan-hewan tersebut direlokasi ke tempat lain.
Soal relokasi, Rini Hariyani, pihak pengelola Taman Monas, mengaku wacana tersebut memang tengah dipertimbangkan.
“Idealnya memang, jumlah rusa yang ada di kandang berjumlah 50 ekor. Hal ini untuk menghindari inbreeding atau perkawinan sedarah. Ada beberapa komunitas atau yayasan yang menginginkan rusa totol ini,” kata Rini.
Rini mengakui pihaknya tengah mengurus surat-surat pengajuan dari beberapa yayasan untuk mendapat persetujuan dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR