Selasa (4/8), Kementerian Perhubungan bekerjasama dengan Majalah Angkasa melaksanakan sosialisasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2015 mengenai Pengendalian Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak.
Dalam peraturan disebutkan bahwa penggunaan pesawat tanpa awak dengan kamera dilarang beroperasi 500 m dari batas terluar dari suatu kawasan udara terlarang (prohibited area) atau kawasan udara terbatas (restricted area). Kawasan udara terlarang (prohibited area) yang dimaksud, antara lain adalah istana negara dan kawasan kilang minyak. Sedangkan untuk kawasan udara terbatas (restricted area) adalah area latihan militer, area latihan penerbangan, instalasi militer, dan wilayah dephankam.
Selain dua area yang disebut, ada pula pembatasan untuk penerbangan pesawat tanpa awak (PUTA/PUNA/Drone), yakni wilayah controlled airspace yang meliputi area take-off, landing, circling area, dan jalur penerbangan. Lalu kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP) suatu bandar udara dan yang terakhir adalah uncontrolled airspace, di mana pesawat udara tanpa awak dilarang terbang pada ketinggian lebih dari 500 ft (150 m).
Untuk peraturan lebih spesifik mengenai jenis-jenis pesawat tanpa awak, belum ada penjelasan lebih lanjut dari Kementerian Perhubungan.
"Pertemuan hari ini terkesan terburu-buru. Nanti, awal September akan ada pertemuan kembali untuk membahas regulasi. Tidak hanya akan ada diskusi dan pembahasan, namun juga akan ada workshop mengenai drone," kata Muzaffar Ismail, Direktur Kelaikan Udara Dan Pengoperasian Pesawat Udara.
"Bagi yang ingin bertanya atau ingin memberi masukan untuk regulasi, dapat mengirimkan melalui e-mail, muzzafarismail@dephub.go.id," ujarnya kembali.
Penulis | : | |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR