Untuk pengoperasian sistem pesawat udara tanpa awak, terdapat beberapa ketentuan khusus. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 90 Tahun 2015 disebutkan beberapa ketentuan khusus tersebut, antara lain:
Dalam hal kondisi khusus untuk kepentingan pemerintah seperti patroli batas wilayah negara, patroli wilayah laut negara, pengamatan cuaca, pengamatan aktivitas hewan dan tumbuhan taman nasional, survei dan pemetaan. Sebuah sistem pesawat tanpa awak boleh dioperasikan di ketinggian lebih dari 500 ft (150 m) denganizin yang diberikan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara.
Permohonan izin diajukan kepada Direktur Jenderal Perhubungan UDara dilakukan selambat-lambatnya 14 hari kerja sebelum pelaksanaan pengoperasian sistem pesawat udara tanpa awak.
Permohonan izin harus menyampaikan informasi dari sistem pesawat udara tanpa awak sebagai berikut:
nama dan kontak operator;
spesifikasi teknis airbone system;
spesifikasi teknis ground system;
maksud dan tujuan pengoperasian;
rencana terbang (flight plan);
prosedur emergency, yang meliputi:
kegagalan komunikasi antara operator dengan pemandu lalu lintas udara dan atau pemandu komunikasi penerbangan;
kegagalam komunikasi antara ground system dengan airbone system.
dokumen asuransi;
prosedur pengoperasian (remote control operation);
kompetensi dan pengalaman pilot remote control.
Rencana terbang (flight plan) bagi sistem pesawat udara tanpa awak sebagaimana dimaksud, sekurang-kurangnya harus memuat informasi sebagai berikut:
identifikasi pesawat;
kaidah penerbangan (instrument atau visual) dan jenis penerbangan (uji perfoma, patroli, survei dan pemetaan, fotografi, pertanian, ekspedisi, dll)
peralatan yang dibawa (kamera, sprayer, crank, dll)
bandara/titik lepas landas
estimated operation time
cruising speed
cruising level
rute penerbangan
bandar udara/titik pendaratan dan total estimated elapsed time
bandar udara/titik alternatif
ketahanan baterai/bahan bakar
jangkauan jelajah pengoperasian dan area manuver pengoperasian
Setelah diterbitkan izin oleh Direktoral Jenderal Perhubungan Dara, operator sistem pesawat udara tanpa awak harus segera berkoordinasi dengan unit pelayanan navigasi penerbangan yang bertanggung jawab atas ruang udara tempat akan dilakukan pengoperasian sistem pesawat udara tanpa awak.
Perubahan atas rencana penerbangan (flight plan) sistem pesawat udara tanpa awak akan merubah pemberian izin yang telah diterbitka. Untuk itu jika ada permintaan perubahan maka harus diajukan selambat-lambatnya 7 hari kerja sebelum hari pelaksanaan (yang baru), dan operator segera berkoordinasi dengan unit pelayanan navigasi penerbangan terkait setelahnya.
Dalam hal terjadi pembatalan, operator sistem pesawat udara tanpa awak harus segera menginformasikan hal tersebut kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan unit pelayanan navigasi penerbangan.
Untuk saat ini hingga regulasi keluar, ketentuan khusus tersebut harus dilakukan. Untuk security state dan keselamatan penerbangan. Bila regulasi sudah ada, nantinya perizinan akan melalui sistem online dan tidak dipungut biaya.
"Perizinan tidak harus di Kementerian Perhubungan, Jakarta. Dapat dilakukan di otoritas bandar udara setempat," ujar Wisnu Darjono, Direktur Safety and Standard AirNav.
Bila ada yang melanggar Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. PM90/2015 akan dikenakan pasal pada UU No.1 Tahun 2009 pasal 421 ayat (2) dan pasal 210. Namun, dengan catatan bila menghalangi atau membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan.
REKOMENDASI HARI INI
Penuh Kontroversi, Bisakah Kita Memilih Berhenti Gunakan Kelapa Sawit?
KOMENTAR