Boleh ganti pakaian biasa tetapi harus di halaman, tidak boleh kembali masuk kamar. Mereka langsung dibawa ke Penjara Mergangsan, kemudian dipindahkan ke Penjara Banceuy di Bandung dengan kereta api kelas III yang jendelanya terus ditutup dan pintunya dijaga polisi.
Dalam buku kenang-kenangan Bung Karno dihukum 4 tahun Gatot Mangkupradja menulis tentang hari pertama dalam Penjara Banceuy, "Pagi kira-kira pukul enam, sesudah kami bangun dan cuci muka dari air yang ada dikaleng, dari arah sebelah timur kedengaran ada yang menyanyikan Indonesia Raya. Suaranya nyaring, kecil dan sedikit pelo. Saya yakin yang menyanyi Saudara Inu Perbatasari." Penangkapan Bung Karno disusul penggerebekan terhadap anggota-anggota PNI lain, termasuk Inu Perbatasari dan Supriadinata.
Sebelum diperiksa petugas kejaksaan, penjagaan diberlakukan sangat keras. Mereka dilarang saling berbicara. Di depan setiap sel ditempatkan seorang sipir Belanda. Boleh menghirup udara segar di luar sel, tetapi harus satu per satu. Setiap ganti pakaian dan mendapat kiriman makanan dari luar, diperiksa dengan teliti. Kemudian boleh membaca buku-buku dari perpustakaan Loge St. Jan, asal bukan buku tentang politik atau Marxisme.
Kepala Sipir Belanda yang sering menjaga mereka, lama kelamaan terpikat kepada Bung Karno. Ia menyelundupkan Harian Preanger Bode dan Sipatahunan untuk mereka. Kata Pak Maskun, "Dari surat kabar tersebut kami tahu bahwa penangkapan Bung Karno dan kawan-kawan, tidak saja menggemparkan pergerakan kebangsaan, tetapi juga parlemen Belanda."
Kesempatan membaca surat kabar harus di waktu malam, jika sel mereka sudah tidak dijaga. Dengan seutas benang, koran-koran tersebut digilirkan ke sel Bung Karno, Maskun, Gatot, dan Supriadinata. Lama-lama para tahanan boleh menerima kunjungan keluarga. Datang pula Mr. Sartono dan Mr. Sujudi, yang akan membela perkara mereka, bersama dengan Mr. Sastromuljono dan R. Idi Prawiradiputra.
Ketika akhirnya diizinkan membawa buku-buku sendiri dari rumah, Bung Karno boleh dikata memindahkan perpustakaannya ke dalam penjara. Beliau mulai menyusun pidato pembelaannya yang nanti sangat menggemparkan. Pembelaan ini kemudian dibukukan dengan judul Indonesia Menggugat. Suatu analisis tajam dan mendalam tentang susunan masyarakat kolonial, penderitaan rakyat, dan perjuangan kemerdekaan.
Indonesia Menggugat bersandar pada kepercayaan akan kekuatan sendiri "self reliance, no mendicancy", percaya diri sendiri bukan ngemis-ngemis. Percaya akan hari depan: "Indonesia akan bebas. Tentang soal ini, tentang halnya Indonesia akan menjadi merdeka, tentang Indonesia akan lepas dari Belanda di kelak kemudian hari, tentang soal ini bagi kami bukan teka-teki." Kalimat tersebut tidak diucapkan oleh Bung Karno yang bebas di depan rapat raksasa, tetapi oleh Bung Karno yang sedang ditawan, di depan Mr. Dr. Siegenbeek van Heukelom, ketua sidang pengadilan.
Raffles, Veth, Bhagavad Gita, Ernst Reinhard, Karl Haushofer, Bluntschli, Karl Kautzky, Manuel Quezon, Jules Harmand, Mazzini, Sun Yat Sen, Karl Marx, Thomas Jefferson, Swami Vivekananda, adalah beberapa, dari sekian banyak nama, yang di depan pengadilan tersebut dijadikan saksi oleh Bung Karno tentang kebenaran analisisnya. Tentang penderitaan rakyat, tentang akan pecahnya Perang Pasifi, tentang akan datangnya kemerdekaan.
!break!Iki dadaku, endi dadamu
Buku lain kegemaran Bung Karno adalah cerita wayang karangan J.Kats. Berikut penuturan Pak Gatot Mangkupradja dalam buku peringatan di atas, "Bung Karno mengharuskan kepada kami agar setiap hari menghafalkan satu ceritera untuk nanti malamnya kami dongengkan kepada Bung Karno sehabis beliau menulis bagian-bagian pledooi-nya. Maka kami setiap malam menjadi dalang.
"Bung Karno paling membanggakan Gatotkaca, dan yang lain Karna. Kadang-kadang kalau dalam satu cerita kebetulan Gatotkaca mengalami kekalahan di dalam perang tanding, Bung Karno dalam bahasa Sunda langsung berkata, "Ah moal enya Tot, Gatot-kaca make eleh" (Ah masa Tot, Gatotkaca bisa kalah).
"Maka kami jawab dulu, "Ah, henteu engke oge kapan hirup deui." (Ah, nanti toh hidup lagi).
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR