Mengapa manusia bisa bermimpi saat tidur? Apa yang menyebabkan mereka bisa bermimpi? Apakah mimpi seseorang merupakan gambaran akan hasrat terbesarnya, atau cara otak “menyelesaikan” masalah di kehidupan nyata? Apakah mimpi yang didapat seseorang adalah gambaran dari sisa-sisa emosi yang disimpan seseorang sepanjang hari?
Terlepas dari semua hal yang dipertanyakan di atas, hanya ada satu hal yang bisa dijawab para ilmuwan: bahwa manusia bisa bermimpi saat mereka sampai pada stase tidur REM (rapid eye movement). Dan pada saat itu, kala mereka bermimpi, pergerakan mata yang cepat ke depan dan belakang menandakan bahwa mereka tengah melihat sesuatu dalam mimpi seperti halnya mereka melihat sesuatu di kehidupan nyata.
Penemuan baru oleh para ilmuwan itu dimuat di jurnal Nature Communication Selasa (11/8) lalu. Dalam studi, mereka meminta 19 orang partisipan agar bersedia untuk direkam kegiatan otaknya, baik pada saat sadar maupun tidur.
Tim kemudian mengamati segala pergerakan neuron di otak pasien menggunakan alat yang disebut electroencephalogram (EEG), dengan pengamatan khusus di bagian medial lobus temporal. Di bagian otak itu, tersimpan koleksi akan fakta dan peristiwa yang terjadi sepanjang hari, tapi tidak menyimpan apapun terkait penglihatan. Saat tim meminta para partisipan untuk melihat sebuah gambar, aktivitas dalam bagian otak itu meruncing selama 3/10 detik, waktu yang dibutuhkan untuk otak mencerna dan mengubah informasi visual yang didapat dari gambar menjadi konteks.
Pada saat mereka tidur, tim kembali mengamati pergerakan otak menggunakan EEG. Bagian otak yang sama meruncing tatkala partisipan sampai pada stase tidur REM, mengindikasikan bahwa aktivitas otak di saat tidur (dan bermimpi) atau pun sadar adalah sama.
Gerak mata yang cepat tatkala partisipan tengah tertidur dalam stase REM tidak menunjukkan bahwa mereka tengah melihat suatu pemandangan dalam mimpi, tapi menunjukkan bahwa mereka tengah berganti mimpi—mencerna apa yang sedang terjadi di saat mimpi itu berlangsung dan mengubah informasi visual yang didapat menjadi konteks, seperti halnya yang dilakukan otak mereka tatkala diperlihatkan gambar baru dalam kondisi sadar.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR