Sejumlah penyakit tropis masih terabaikan dan menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Tanpa penanggulangan yang baik, mereka yang terinfeksi penyakit jenis itu bisa cacat, bahkan meninggal. Karena itu, pemerintah menargetkan eliminasi penyakit tropis terabaikan.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Muhamad Subuh memaparkan hal itu, Jumat (11/9), saat dihubungi dari Jakarta.
Subuh mengatakan, eliminasi sejumlah penyakit tropis terabaikan (neglected tropical diseases/NTD) telah menjadi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. "Kami menargetkan eliminasi kusta, filariasis, kecacingan, rabies, dan sistosomiasis pada tahun 2020, serta eradikasi frambusia," ucapnya.
Untuk itu, setelah mengonsolidasikan sektor kesehatan, langkah yang akan dilakukan adalah menggerakkan semua komponen kesehatan, termasuk bersinergi dengan sektor lain. "Ada tiga strategi yang akan dilakukan, yaitu deteksi dan diagnosis dini, identifikasi faktor risiko, dan meningkatkan respons," ujarnya.
Subuh mencontohkan, deteksi dini penyakit kusta tak bisa dilakukan hanya dengan berdiam diri menunggu pasien datang. Petugas kesehatan harus terjun ke masyarakat mencari mereka yang terkena kusta. Itu memerlukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. "Kami sedang meningkatkan kapasitas sumber daya manusia kesehatan," kata Subuh.
Untuk Kusta, misalnya, pada 2012, Indonesia ada di urutan ketiga negara dengan jumlah kasus kusta terbanyak di dunia setelah India dan Brasil. Pada awal 2015, 14 provinsi belum berstatus eliminasi kusta dengan jumlah kasus kusta lebih dari 1 per 10.000 penduduk.
Asia Tenggara
Sebelumnya, Direktur Regional Organisasi Kesehatan Dunia Regional Asia Tenggara (WHO- SEARO) Poonam Khetrapal Singh menyampaikan, negara-negara di Asia Tenggara menjadi kantong penyakit tropis terabaikan di dunia. Itu dipaparkan pada hari keempat pertemuan para menteri dan pejabat tinggi kesehatan dari 11 negara anggota WHO-SEARO di Dili, Timor Leste, Kamis (10/9).
Maka dari itu, negara-negara di kawasan itu diimbau agar memprioritaskan eliminasi penyakit tropis terabaikan dalam pembangunan. Apalagi, NTD banyak diderita masyarakat ekonomi lemah.
"Perlu komitmen politik kuat untuk mengintervensi populasi terdampak agar tercapai target pengendalian dan eliminasi," kata Khetrapal Singh dalam siaran pers. Beberapa penyakit NTD yang masih ada di wilayah kerja WHO-SEARO di antaranya kaki gajah (filariasis), kusta, frambusia atau patek, dan sistosomiasis.
Meski ada kemajuan, kusta tetap menjadi penyakit endemik di Asia Tenggara dengan 155.000 kasus atau 73 persen dari kasus global pada 2013. Dari jumlah itu, hampir 126.000 kasus dilaporkan dari India, dan 6 negara lain-India, Banglades, Indonesia, Myanmar, Nepal, dan Sri Lanka-adalah negara dengan beban kusta tertinggi di dunia. Sekitar 60 persen pasien kusta dengan kecacatan tinggal di kawasan itu.
Selain itu, 60 juta orang di Asia Tenggara terinfeksi kaki gajah atau separuh dari jumlah kasus di dunia. Sekitar 700 juta orang di kawasan itu berisiko tinggi terinfeksi kaki gajah karena tinggal di kawasan endemik.
Indonesia menjadi negara dengan beban frambusia yang tinggi di dunia. Bersama Timor Leste, Indonesia jadi negara yang masih melaporkan ada kasus frambusia di Asia Tenggara. Sementara sistosomiasis masih ditemui di tiga daerah yang sulit dijangkau di dua kabupaten.
Beberapa penyakit NTD bisa berakibat fatal jika tidak diobati. Ada juga penyakit NTD yang menimbulkan kecacatan atau perubahan fisik sehingga penderitanya sulit beraktivitas sehari-hari. Mereka yang terinfeksi NTD kerap mengalami stigma, bahkan kadang dikucilkan.
Menurut Khetrapal, penemuan kasus sejak dini dengan surveilans yang cermat disertai dengan perawatan bagi mereka yang terinfeksi dan populasi berisiko merupakan strategi utama eliminasi NTD. Implementasi strategi itu di tingkat kabupaten/ kota sangat penting. Strategi itu juga harus melibatkan sektor lain di luar kesehatan. (ADH)
75 Perempuan Berlatih Seni Bertahan Hidup pada Gelaran Women Jungle Survival Course EIGER 2024
Penulis | : | |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR