Mata Otan menatap kosong pada seorang jurnalis yang mengelus tangannya. Otan, bayi orangutan berusia 10 bulan itu, baru saja diperiksa kesehatannya di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalimantan Barat. Dia diangkut dalam sebuah kandang kayu, berlantai triplek. Dalam kandang itu terdapat sebuah botol susu baru. Isinya susu formula yang tampak belum banyak diminum. Sementara di lantai, potongan kecil semangka tampak berserak tanpa disentuh.
Sebelah tangan Otan menggenggam terali kayu kandang. Dia membiarkan tangannya dielus hingga tubuhnya merapat. Seolah minta didekap. “Sebaiknya, jangan digendong. Walau dokter hewan mengatakan, hasil pemeriksaan awal menunjukkan kondisinya baik. Tapi, darahnya belum diperiksa,” ujar Taryo, Staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, yang mengevakuasi Otan.
Otan adalah nama yang diberikan warga Desa Lingga, Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, saat ia pertama kali ditemukan. Seorang pekerja perkebunan sawit yang mendapati Otan tengah minum air di sungai.
Adalah Ivan Nurisaputra (23) yang kemudian membawanya pulang. Setelah seminggu diawasi, ternyata Otan tak juga kunjung pergi. “Dia berlindung di sebuah pondok, tempat orang kebun istirahat. Awalnya, kami mengira induknya ada di sekitar situ juga. Jadi tidak berani dekat-dekat,” katanya.
Menurut Ivan, Otan tergolong jinak. Namun, terlihat kebingungan. Buah-buahan yang diberikan, tidak pernah disentuhnya. Saat di rumah, Ivan juga sempat kesulitan memberinya makanan. Hingga akhirnya, Otan makan dengan lahap nasi dan sayur yang diberikan Ayu (22) istrinya. “Sehari-hari, Otan bergelendot di tubuh Ayu. Otan juga diberi susu formula,” tutur Ivan.
Sanak keluarga Ayu yang mengetahui orangutan merupakan satwa dilindungi menjelaskan pada Ivan sekeluarga agar menyerahkan Otan kepada pihak yang berwenang. Mereka lantas berinisitif memberitahukan kepada aparat terdekat. Seorang petugas kepolisian lantas menghubungi awak media, yang langsung mengabarkan hal ini ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat.
Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sustyo Iriyono, memberikan apresiasi kepada warga yang berinisiatif menyerahkan satwa dilindungi itu. “Kesadaran warga mulai tinggi, terlebih dibantu oleh media massa. Kita akan berikan penghargaan atas tindakan positif warga ini,” tukasnya.
Evakuasi Otan dari Kubu Raya berhasil dilakukan. Selanjutnya, BKSDA Kalbar menghubungi Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) Kalimantan Barat, yang berada di Sungai Awan, Kabupaten Ketapang. Namun, karena kendala kabut asap, Otan belum bisa dipindahkan. Otan masih ditempatkan di halaman tengah kantor BKSDA Kalbar, di bawah pohon rindang, di sebelah kandang burung betet yang merupakan hasil sitaan BKSDA.
Sepanjang 2015, kata Sustyo, BKSDA Kalbar sudah mengevakuasi 149 individu orangutan. Individu-individu tersebut direhabilitasi di dua tempat, Yayasan IARI Ketapang dan Yayasan Kobus Sintang.
YIARI Ketapang menampung 120 individu. Sebanyak 89 individu masih dalam pusat rehabilitasi, sementara 31 individu sudah dilepasliarkan. Sedangkan Yayasan Kobus Sintang menampung 29 individu, sekitar 20 individu masih dirawat dan 9 individu lainnya dilatih untuk mandiri di alam Tembak Sintang.
Sustyo menambahkan, satwa lainnya yang telah dievakuasi tahun ini adalah: buaya 7 ekor, tiga diantaranya sudah dilepaskan di sekitar Sungai Awan Kabupaten Ketapang dan sisanya di Sinka Zoo. Berikutnya, ular sanca (21 ekor), burung betet (14 ekor), kukang (11 ekor), beruang madu (4 ekor), dan landak (1 ekor).
Penulis | : | |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR