Sebuah studi menemukan jika diabetes tipe 2 dapat dibagi menjadi tiga subtipe yang berbeda. Subtipe tersebut mempengaruhi penderita dengan cara yang tidak persis sama.
Pada studi tersebut, peneliti menggunakan pendekatan "big data" untuk mengetahui para penderita diabetes tipe 2; ilmuwan menyisir melalui catatan medis dari sekitar 2.500 orang dengan kondisi tersebut, melihat sejumlah informasi data genetik individu, kesehatan dan gejala. Para ilmuwan menemukan bahwa sebenarnya ada tiga kelompok orang dengan diabetes tipe 2, masing-masing dengan masalah yang berbeda terkait penyakit.
Temuan menunjukkan "ada perbedaan statistik berarti antara pasien," kata Joel Dudley, pemimpin studi dan direktur informatika biomedis di Icahn School of Medicine di Rumah Sakit Mount Sinai, New York. Sekitar 29 juta orang di Amerika Serikat memiliki diabetes, dan 90 sampai 95 persen dari orang-orang menderita diabetes tipe 2, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit.
Pada orang dengan diabetes tipe 2, tubuh telah kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin atau menggunakannya secara efisien, sehingga menyebabkan kadar gula yang tinggi dalam darah. Risiko pada umumnya meningkat seiring pertambahan usia, dan lebih umum lagi terjadi pada orang-orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas, serta orang-orang yang tidak mendapatkan cukup olahraga.
Para peneliti memperlakukan setiap pasien sebagai "node" atau sambungan dalam jaringan, guna menganalisis perbedaan antar pasien. Para ilmuwan mengelompokkan pasien berdasarkan kesamaan mereka satu sama lain. Sebagai contoh, seorang pasien perempuan dengan indeks massa tubuh yang tinggi dan penyakit ginjal, akan sangat terkait ke pasien lain dengan karakter serupa, dan sebaliknya hubungan kurang kuat terjadi dengan pasien yang memiliki karakteristik berbeda.
"Kami melihat bagaimana penyakit bekerja," kata Dudley. Para peneliti ingin menggunakan semua informasi yang tersedia pada pasien, katanya.
Memperlakukan kesamaan pasien dengan koneksi jaringan, memungkinkan peneliti mengelompokkan individu-individu ke dalam kelompok yang berbeda.
Pada orang dengan diabetes tipe 2, tubuh telah kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin atau menggunakannya secara efisien, sehingga menyebabkan kadar gula yang tinggi dalam darah. Risiko pada umumnya meningkat seiring pertambahan usia, dan lebih umum lagi terjadi pada orang-orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas, serta orang-orang yang tidak mendapatkan cukup olahraga.
Para peneliti memperlakukan setiap pasien sebagai "node" atau sambungan dalam jaringan, guna menganalisis perbedaan antar pasien. Para ilmuwan mengelompokkan pasien berdasarkan kesamaan mereka satu sama lain. Sebagai contoh, seorang pasien perempuan dengan indeks massa tubuh yang tinggi dan penyakit ginjal, akan sangat terkait ke pasien lain dengan karakter serupa, dan sebaliknya hubungan kurang kuat terjadi dengan pasien yang memiliki karakteristik berbeda.
"Kami melihat bagaimana penyakit bekerja," kata Dudley. Para peneliti ingin menggunakan semua informasi yang tersedia pada pasien, katanya.
Memperlakukan kesamaan pasien dengan koneksi jaringan, memungkinkan peneliti mengelompokkan individu-individu ke dalam kelompok yang berbeda.
Para peneliti menemukan bahwa pasien dalam satu kelompok (para peneliti menyebutnya sebagai subtipe 1) cenderung lebih muda, dengan risiko tinggi akan obesita, penyakit ginjal dan masalah retina yang dapat menyebabkan kebutaan, dibandingkan dengan orang di luar kelompok ini. Mereka juga memiliki jumlah sel darah putih yang rendah.
Kelompok kedua (subtipe 2) menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk penyakit kanker dan jantung, tetapi juga cenderung memiliki BMI yang lebih rendah - kecenderungan menjadi gemuk rendah. Kelompok ketiga (subtipe 3) menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dari penyakit jantung, tetapi juga memiliki risiko lebih tinggi menderita penyakit mental dan alergi.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR