Pada 1978, pesawat Cessna yang dikemudikan oleh John Farese tiba-tiba berhenti dan terjun bebas ke tanah dari ketinggian 400 kaki atau 121 meter karena terdapat masalah dengan tangki bahan bakarnya.
Dalam keadaan darurat tersebut, ia menarik sebuah gagang di atas kepalanya dan seketika itu juga di sekelilingnya terlihat putih, dan ia mendarat di tajuk pepohonan hutan, hanya menderita terkilir di bagian belakang tubuh.
Hal yang menyelamatkan Farese adalah parasut yang terletak bukan di tubuhnya, namun di tubuh pesawatnya. Jenis parasut ini terpasang di pesawat ringan.
Dibandingkan dengan menyediakan parasut secara individual bagi masing-masing penumpang, parasut yang bisa menahan laju tubuh pesawat bisa jadi lebih cocok dalam keadaan darurat karena bisa dikembangkan secepat mungkin. Hingga kini, sekitar 10 persen pesawat penerbangan umum kecil dilengkapi dengan parasut.
Pada pesawat kecil yang dibuat oleh Cessna atau Cirrus, parasut terletak di badan utama pesawat, yang diletakkan baik di kursi paling belakang atau di bagian tengah sayap, di atas kokpit. Hingga awal 2015, hampir 6.000 pesawat Cirrus telah dibuat, dan sistem parasut Cirrus Airframe Parachute System (CAPS) telah menyelamatkan 104 orang dalam 51 kasus pengembangan yang berakhir dengan pengembangan parasut. Selain itu, ada pula perusahaan Ballistic Recovery Systems yang juga membuat sistem parasut bagi pesawat ringan.
Dalam keadaan darurat, pilot harus menarik tuas di langit-langit. Begitu parasut raksasa itu mengembang, kecepatan penurunan adalah sektiar 518 meter per menit. Jadi benturan ke tanah sama kuatnya dengan “meloncat dari balkon setinggi empat meter,” ujar Travis Klumb, direktur operasi penerbangan Cessna. Hal ini sama saja dengan melompat dari tingkat satu.
Selain itu, pesawat juga dilengkapi dengan hal-hal yang mendukung agar keselamatan lebih terjamin seperti aluminium yang bisa hancur di dalam rangka tempat duduk, dan peralatan untuk mengendalikan pendaratan keras.
Penulis | : | |
Editor | : | Yoga Hastyadi Widiartanto |
KOMENTAR