Nationalgeographic.co.id—Jika mengingat tahun 1347 M, itu merupakan tahun yang buruk. Di tahun itulah, wabah Black Death secara serius melanda Eropa, menewaskan ratusan hingga ribuan jiwa, kala itu.
Namun, beberapa ahli dan sejarawan, mulai berpendapat serta mencatat tragedi yang terburuk sepanjang sejarah, terjadi pada tahun 536 M.
Salah satu pakar arkeologi dari Universitas Harvard, peneliti kenamaan cum sejarawan abad pertengahan bernama Michael McCormick, mengatakan kepada Science Magazine di tahun 2018 lalu.
"536 adalah tahun ke-10 masa pemerintahan kaisar Bizantium Justinianus Agung, dan tidak banyak yang terjadi di dunia manusia selain dari pertempuran biasa yang membosankan," tulis Michelle Starr.
Ia menulis artikel kepada Science Alert yang menjelaskan tentang fenomena alam yang terjadi di tahun 536. Artikelnya berjudul The Worst Year to Be Alive in Human History Is Probably Not The One You Think, terbit pada 3 Mei 2021.
Ia menambahkan bahwa, "Tidak ada malapetaka (belum, bagaimanapun), tidak ada genosida yang luar biasa besar yang terjadi dan menggemparkan sejarah dunia di tahun-tahun itu," tambahnya. Tapi sesuatu yang aneh terjadi di langit.
Baca Juga: Bakteri Penyebab Black Death Sudah Menyerang Manusia 5.000 Tahun Lalu
Laporan para ahli menyebut tentang kabut misterius dan berdebu muncul di langit, menghalangi Matahari untuk memancarkan sinarnya ke bumi. Suhu musim panas anjlok antara 1,5 hingga 2,5 °C, menyebabkan gagal panen dan jutaan orang mati kelaparan.
"Hal itu menyebabkan suhu di bumi menjadi turun dan memicu kekacauan di seluruh dunia selama bertahun-tahun—kekeringan, gagal panen, salju musim panas di Cina, dan kelaparan yang meluas," lanjutnya.
"Dan terjadilah selama tahun ini bahwa sebuah pertanda yang paling menakutkan terjadi," tulis sejarawan Bizantium Procopius yang dikutip dalam tulisan Michelle Starr.
"Karena matahari memancarkan cahayanya tanpa kecerahan, seperti bulan, selama tahun ini, dan ia tampak sangat seperti matahari di gerhana, karena pancaran sinarnya tidak jelas atau seperti yang biasa ditumpahkan," imbuh Procopius dalam Starr.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa bencana letusan gunung berapi adalah biang keladinya, tidak hanya di inti es dari Antarktika dan lingkaran pohon dari Greenland, tetapi juga efek dari peristiwa vulkanik kemudian.
"Efek gejala vulkanis yang juga menyebabkan pendinginan global jangka pendek, juga berakibat pada wabah kelaparan yang menghancurkan," kisahnya.
Pada tahun 2018, analisis inti es yang sangat rinci dari gletser Colle Gnifetti di perbatasan antara Swiss dan Italia, menghasilkan informasi baru tentang abad kesengsaraan di mana dunia sedang dalam kondisi terburuknya.
Inti es adalah sumber arkeologi yang fantastis, karena endapan es permanen terbentuk secara bertahap, melalui hujan salju tahunan. Ini berarti menjelaskan tentang deposit es untuk tahun tertentu dan melihat gejala-gejala apa yang terjadi di atmosfer.
Baca Juga: Peristiwa Geologi Bumi Kita Berulang Seperti Pola Denyut Nadi
"Pada tahun 536 M, abu vulkanik dan puing-puing—disebut tephra—bercampur dengan lapisan es, menunjukkan peristiwa vulkanik besar," sambung Starr.
Inti es Greenland dan Antarktika, menunjukkan bukti letusan kedua pada 540 M, yang akan memperpanjang penderitaan. Kemudian pada tahun 541, Wabah Justinian muncul, dan semuanya berubah dari yang tadinya buruk, menjadi lebih buruk lagi.
Wabah Yustinianus merupakan pandemik yang menyerang Kekaisaran Romawi Timur (Kekaisaran Bizantium), termasuk ibu kotanya Konstantinopel, pada tahun 541–542 M.
Menurut penelitian, penyebabnya adalah Yersinia pestis, organisme yang menyebabkan penyakit pes. Pengaruh sosial dan kultural dari wabah ini dapat disamakan dengan peristiwa dari wabah Black Death.
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR