Menyusuri Pasar Lama Tangerang, Anda akan menemukan sebuah bangunan warisan budaya peranakan Tionghoa Tangerang yang sudah memasuki usia 300 tahun. Namanya Museum Benteng Heritage yang merupakan barometer museum kebangsaan mewakili berbagai etnis.
Apabila Anda menginjakan kaki ke Pasar Lama Tangerang, pemandangan Museum Benteng Heritage akan membuat Anda penasaran mengenai kisah apa yang ada di dalamnya.
Berlokasi di Jalan Cilame nomor 20, Pasar Lama, Tangerang, museum ini mulai beroperasi mulai pukul 10.00 sampai 17.00 WIB.
Tak hanya ingin mewakili budaya Tionghoa, Udaya Halim yang merupakan pendiri Museum Benteng Heritage juga ingin melestarikan bangunan yang kaya akan sejarah.
“Dengan didirikannya museum ini, saya ingin mengimplementasikan bahwa yang hanya bisa mempersatukan itu adalah kebangsaan. Dengan hal itu, setiap orang akan merasakan ini home. Serta, memberikan ruang untuk orang Tionghoa supaya mereka merasakan this is my home,” tutur Udaya Halim, beberapa waktu lalu.
Tak heran, bila museum yang dikatakan sebagai barometer museum kebangsaan ini sering mendapatkan beberapa penghargaan yang terpampang di lantai satu museum.
Udaya yang merupakan seorang kurator sekaligus pendidik juga bercerita bahwa tujuan membangun Museum Benteng Heritage, ingin memberi pengetahuan tentang sejarah sehingga bisa belajar dari kegagalan.
“Museum tempat kemajuan, keberhasilan dan kegagalan, namun bukan berarti kita mau mengulang kegagalan, justru kita mau menghindar dari kegagalan,” katanya.
“Kalau kita tidak ingin generasi yang akan datang tidak mengulang kesalahan kita, maka kita mau mereka menjadi orang yang bijak. Bagaimana bisa mempelajari kesalahan bukan dari diri sendiri, tapi dari kesalahan yang pernah ada. Nah, itulah pentingnya museum untuk ke depan,” tambah Udaya.
Uniknya, pemandangan yang jarang Anda temui di museum ini adalah, setiap bulannya perkumpulan ibu-ibu selalu hadir untuk membicarakan apa yang ingin diciptakan, meliputi kegiatan yang berbau positif. Bukan untuk membicarakan uang, arisan, atau segalanya.
Perkumpulan tersebut diberi nama “Peranakan Tionghoa Warga Indonesia”. Mereka yang datang saling membawa oleh-oleh dari rumah untuk saling dibagikan dan dinikmati bersama selama berkumpul.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR