Nationalgeographic.co.id—Pada kondisi tanpa adanya gaya gravitasi, astronaut dihadapkan dengan masalah medis yang sangat berisiko. Cairan dalam tubuh astronaut "melayang" ke kepala dan dapat menekan bola mata dari waktu ke waktu. Beberapa ahli mengkhawatirkan masalah medis ini dapat membahayakan astronaut dalam misi ke Mars.
Dilansir dari BBC, dengan adanya risiko tersebut, para ilmuwan mengembangkan kantong tidur berteknologi tinggi. Kantong tidur ini dapat mencegah masalah pada mata yang dialami astronaut saat tinggal di luar angkasa.
Kantong tidur canggih tersebut dikembangkan dan dipimpin oleh Dr Benjamin Levine, profesor penyakit dalam dari University of Texas Southwestern Medical Center di Dallas, Texas. Perangkat tersebut nantinya akan diletakkan di Stasiun Luar Angkasa Internasional atau ISS.
Penelitian ini dipublikasikan di Jama Ophthalmology dengan judul Effect of Nightly Lower Body Negative Pressure on Choroid Engorgement in a Model of Spaceflight-Associated Neuro-ocular Syndrome pada 9 Desember 2021. Dalam penelitiannya, Dr Levine melibatkan selusin sukarelawan penyintas kanker untuk mencoba kantong tidur ini.
Para peneliti mengukur tekanan pada otak para sukarelawan saat berbaring dengan dan tanpa perangkat tersebut setelah melakukan penerbangan parabola yang mengsimulasikan gravitasi nol. Sejauh ini NASA telah mencatat masalah penglihatan yang dialami oleh para astronaut.
Kurang lebih setengah dari astronaut yang bertugas selama enam bulan lamanya di Stasiun Luar Angkasa Internasional. Beberapa diantara mereka memiliki keluhan seperti rabun jauh, mengalami kesulitan membaca, hingga terkadang membutuhkan rekan astronaut dalam melakukan eksperimen di sana.
Di Bumi dengan adanya gaya gravitasi, cairan tubuh akan "turun ke bawah" setiap kali seseorang bangun dari tempat tidur. Berbeda situasinya dengan di luar angkasa, gravitasi rendah memungkinkan lebih dari setengah galon cairan tubuh berkumpul di kepala, hal ini memberikan tekanan pada bola mata.
Kondisi tekanan pada bola mata disebut sebagai spaceflight-associated neuro-ocular syndrome atau SANS. Sindrom ini pada akhirnya akan menyebabkan perataan di bagian belakang bola mata, pembengkakan saraf optik dan gangguan penglihatan.
"Tekanan dalam gravitasi nol selalu lebih rendah daripada tekanan dalam satu gravitasi tapi itu tidak serendah ketika Anda berdiri,” kata Dr Levine kepada BBC News.
“Masalahnya adalah biasanya kita menghabiskan sepertiga waktu kita berbaring di malam hari dan dua pertiga berdiri di siang hari. Sedangkan astronaut NASA tidak bisa berdiri selama penerbangan di luar angkasa," lanjutnya.
Meskipun tekanan pada otak seseorang yang berbaring di Bumi sedikit lebih tinggi daripada seseorang yang berada di luar angkasa, astronaut mengalami tekanan ini secara konstan dan tidak akan pernah bisa menghilangkannya dengan berpindah ke posisi tegak.
Pada tahun 2005 astronaut John Phillips diluncurkan ke ISS dengan visi 20/20 dan kembali enam bulan kemudian dengan penglihatannya pada 20/100. Sementara yang lain mengalami versi kondisi yang tidak terlalu parah.
Ini dapat menyebabkan kondisi yang disebut sindrom neuro-okular terkait penerbangan luar angkasa, atau SANS. Hal ini pada gilirannya dapat menyebabkan perataan progresif di bagian belakang bola mata, pembengkakan saraf optik dan gangguan penglihatan.
Kantong tidur dikembangkan oleh produsen peralatan luar angkasa, REI. Perangkat tersebut dipasangkan pada pinggang astronaut, menutupi tubuh bagian bawahnya dalam bingkai yang kokoh. Alat penghisap yang bekerja dengan prinsip yang sama seperti penyedot debu, menciptakan perbedaan tekanan yang menarik cairan ke bawah. Perbedaan tekanan ini mencegah cairan tubuh menumpuk di otak yang memberikan tekanan merusak bola mata.
Beberapa pertanyaan perlu dijawab sebelum teknologi kantong tidur digunakan secara rutin, termasuk jumlah waktu optimal yang harus dihabiskan astronaut menggunakan perangkat tersebut setiap harinya.
"Penggunaan rutinnya perangkat tersebut masih perlu dikaji lebih lanjut," pungkas Dr Levine.
Baca Juga: Berkebun di Luar Angkasa Bantu Astronaut Hadapi Rasa Terkurung?
Source | : | BBC |
Penulis | : | Maria Gabrielle |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR