Di Morrissey merupakan satu dari sekian banyak orang yang berniat mewujudkan kembali mimpi K’tut Tantri tentang film autobiografinya. Di, perempuan berusia 67 tahun kelahiran Wingham, New South Wales, kini sohor sebagai penulis fiksi populer di Australia. Karya-karyanya memiliki tema kuat tentang tempat, lingkungan, dan politik sebagai latar belakang sebuah cerita.
Perempuan itu mengisahkan kepada saya tentang sebuah rencana pembuatan film Revolt in Paradise yang tertunda sejak lebih dari tiga dekade silam. Ketika masih bekerja di Good Morning Australia, sebuah siaran pagi TV yang disiarkan Network Ten pada sekitar 1980-an, Di sempat bertemu K’tut Tantri. Di berniat untuk membeli hak cipta film dari buku autobiografi Tantri, Revolt in Paradise. Namun, tampaknya Tantri tidak menanggapi serius dan lebih berminat punya nama besar di panggung TV. “Setelah itu saya tidak pernah mendengar kabarnya, bukunya, atau filmnya,” ungkap Di.
Di yang pernah menikmati bulan madunya di Danau Toba pada 1968, sangat memahami kondisi Indonesia pada dekade tersebut. Pada 2014, ketika sedang merampungkan sebuah novel yang berlatar Indonesia dekade 1960-an, Di teringat tentang proyek filmnya yang tertunda. “Tiba-tiba saya teringat K'tut dan memulai cerita petualangan detektif yang panjang untuk mencari apa yang terjadi dengan K'tut,” ungkapnya.
Harapan Di, pembuatan film ini dapat menggalang kerja sama antara Australia, Amerika Serikat, dan Indonesia. Kini, naskahnya sedang ditulis, dan mereka berharap untuk membuat film di Indonesia juga.
Di yakin bahwa film itu akan menjadi salah satu film sukses di internasional. Tahun ini, suluh pembuatan film itu kembali menyala berkat kesediaan Andrew Wiseman sebagai produsernya. Di juga meminta wejangan dari Timothy Lindsey, Guru Besar di Melbourne Law School, University of Melbourne, Australia.
Tim adalah orang terdekat Tantri jelang akhir hayatnya. Tim mewawancarai Tantri pada awal 1990-an untuk tesis doktoralnya. Buku bertajuk The Romance of K’tut Tantri and Indonesia, terbit pada 1997, yang merupakan penyempurnaan dari tesisnya. Tim telah mengungkap sisi yang tidak diceritakan—atau sengaja disembunyikan—dalam autobiografi Tantri.
Harapan Di, pembuatan film ini dapat menggalang kerja sama antara Australia, Amerika Serikat, dan Indonesia. Kini, naskahnya sedang ditulis, dan mereka berharap untuk membuat film di Indonesia juga.
Boleh dikata, Tantri merupakan salah seorang yang merintis hubungan persahabatan Australia-Indonesia selama masa revolusi. Sebuah buklet karyanya, yang berjudul Surabaya Sue’s Inside Story of Indonesia dan dirilis di Sydney pada 1947, telah membuka simpati masyarakat Australia tentang kelicikan Belanda lewat agresi militer di Indonesia. Dia pun akhirnya menjadi warga permanen Australia sejak 1985.
Selama sekitar 30 tahun sisa hidupnya, Tantri memang mendambakan sebuah film yang diangkat dari buku riwayat hidupnya. Bahkan, Ketua Presidium Kabinet Ampera RI Jenderal TNI Soeharto, lewat suratnya kepada Tantri pada November 1966, menyatakan bahwa angkatan bersenjata menyetujui proposal pembuatan film tersebut—dengan beragam prasyarat.
"Angkatan Bersenjata Republik Indonesia akan bekerja sama dan mendukung sepenuhnya kepada perusahaan film Amerika dalam memfilmkan \'Revolt in Paradise\' yang berkisah tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia," demikian tulis Soeharto. Namun, sayang keinginan Tantri memfilmkan riwayat hidupnya tak pernah terlaksana hingga akhir hidupnya.
Tantri, Hugeng, dan Masagung. K\'tut Tantri berbincang dengan Haji Masagung, pemilik penerbitan yang pernah mengedarkan buku Tantri versi bahasa Indonesia. Tampak mantan Kapolri Hugeng, dan istrinya. Bertempat di Kwitang 26, Jakarta Pusat, 1980. (ARSIP PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA)
Singkat Cerita Siapa Sejatinya K’tut Tantri
National Geographic Indonesia menerbitkan kisah K’tut Tantri “Timbang Hati Si Puan Pemberani” pada edisi Agustus 2015. K’tut Tantri adalah sosok yang misterius. Tantri nyaris pupus dari ingatan bangsa Indonesia. Namun, mereka yang masih mengenangnya kerap bertanya: Apakah dia petualang perang nan romantik atau seorang patriot sejati?
“K’tut merupakan seorang patriot sejati dan dia mencintai Indonesia. Sebagian keuntungan dari produksi film ini akan mewujudkan bahwa wasiatnya berbuah kenyataan."
Tantri merupakan seniman lukis berambut merah, dengan badan pendek untuk ukuran orang bule. Nama sejatinya, Muriel Stuart Walker. Lahir pada Sabtu, 18 Februari 1899 di Glasgow, Skotlandia, Britania Raya. Satu-satunya anak dari pasangan asal Pulau Man, James Hay Stuart Walker dan Laura Helen Quayle. Dia juga memiliki darah bangsa Viking yang, menurutnya, dikenal pemberani dan gemar petualangan.
Di pedalaman tanah para dewata, demikian kisahnya, dia disambut baik oleh Raja Bangli Anak Agung Gede dan anak lelaki semata wayangnya yang bernama Anak Agung Nura. (Tampaknya Tantri sengaja mengaburkan nama sejati kedua tokoh itu). Sang Raja mengangkatnya sebagai anak keempat, dan memberinya nama K’tut. Dia menetap di Bali sejak 1934 hingga jelang kedatangan Jepang.
Di Morrissey, penulis novel asal New South Wales, Australia. Di pernah berniat membeli hak pembuatan film Revolt of Paradise pada 1980-an, namun K\'tut Tantri tak menanggapinya serius. Kini dia tengah merampungkan naskah untuk film yang tertunda tentang K\'tut Tantri. (Jace Armstrong/Wikimedia)
Setelah Jepang takluk kepada Sekutu, Tantri bergabung dengan Bung Tomo dalam Radio Pemberontakan. Pada November 1945, Tantri dengan lantang mengucapkan pidato berbahasa Inggrisnya di muka mikropon, sementara bom dan peluru mortir berjatuhan dengan dahsyatnya di keliling pemancar radio pemberontakan.
Setelah bertugas di Radio Pemberontakan, Tantri bergabung dengan pemerintah Republik di Yogyakarta sebagai penyiar Voice of Free Indonesia selama 1946 hingga awal 1947.Tantri juga bertugas mengemban misi rahasianya ke Singapura.
Pada November 1998, pemerintah Indonesia mengganjar Bintang Mahaputra Nararya kepadanya atas jasanya sebagai wartawan sekaligus pegawai Kementerian Penerangan pada 1950. Dia wafat pada Minggu malam, 27 Juli 1997, di sebuah panti jompo pinggiran Sydney, New South Wales.
“K’tut merupakan seorang patriot sejati dan dia mencintai Indonesia,” ujar Di. K’tut Tantri pernah mewasiatkan sebuah yayasan untuk menyiapkan pemuda-pemudi Bali dalam industri pariwisata, demikian menurutnya. “Sebagian keuntungan dari produksi film ini akan mewujudkan bahwa wasiatnya berbuah kenyataan.”
Di Morrissey sohor sejak penerbitan novel pertamanya berjudul Heart of the Dreaming pada 1991, yang laris manis untuk publik Australia. Sampai hari ini, setidaknya ada dua lusin karya novel yang telah ditulis Di. Perempuan itu juga mendirikan The Golden Land Education Foundation dan menggalang dana untuk sebuah sekolah yang dia bangun di kawasan terpencil dekat Mandalay, Birma. Pada 2015, Di menerbitkan The Manning Community News, sebuah surat kabar kawasan kediamannya di Manning Valley, New South Wales.
“Saya senang sekali mengetahui Anda sedang menulis tentang K’tut Tantri, dialah pahlawan Indonesia yang sejati,” ungkap Di kepada saya.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR