Jejak-jejak peradaban Buddha terkemas dalam sebuah paket wisata yang akan ditawarkan di negara ASEAN. Tahun 2006 adalah permulaan kerja sama paket tersebut ketika sebuah simposium diselenggarakan di Candi Borobudur.
Simposium ini diikuti oleh menteri-menteri pariwisata dari negara-negara yang memiliki kultur panjang agama dan budaya Buddha yakni Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja, dan Indonesia. Slogan dari simposium itu adalah "Trail of Civilization".
Acara tersebut menghasilkan sebuah kesepakatan bersama bernama "Borobudur Declaration" yang berisi tentang kerja sama pelestarian peninggalan budaya di antara enam negara ASEAN peserta simposium.
Hasil lain adalah kesepakatan menyelenggarakan acara dua tahunan "The Trail of Civilization" untuk pertama kali di Candi Borobudur pada Sabtu (26/7/2008) malam. Saat itu, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono turut menghadiri acara tersebut.
Setahun kemudian, pada tanggal Sabtu, (9/7/2009), dalam kaitan Perayaan Waisak Tahun Saka (2533) acara pagelaran sendratari bertema "Trail of Civilization" digelar dan menyampaikan pesan-pesan ajaran Buddha. Kala itu, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono kembali hadir. Tahun 2010, di perayaan serupa digelar di Siem Reap, Kamboja.
Namun, setelah tahun 2010, nama acara "Trail of Civilization" tak terdengar kembali bak ditelan bumi. Pada pemerintahan Joko Widodo kini, Menteri Pariwisata Arief Yahya kembali mengemukakan istilah "Trail of Civilization" untuk promosi Candi Borobudur di negara Asia Tenggara.
"Kita mendukung adanya program di ASEAN namanya Trail of Civilization. Kalau bisa disepakati dijalankan, program itu sangat bagus karena kalau positioning Borobudur sebagai pusat jejak peradaban, itu akan sangat luar biasa," kata Menteri Pariwisata, Arief Yahya kepada KompasTravel di Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Mantan Direktur Utama PT. Telkom saat itu mengaku telah bertemu dengan semua duta besar negara-negara anggota ASEAN di Myanmar sebelum penyelenggaraan ASEAN Tourism Forum 2016 di Manila pada 18-5 Januari 2016.
Arief mengatakan kesepakatan pembuatan paket wisata bersama yaitu "Trail of Civilization" atau "Jejak Peradaban". Arief menjelaskan paket wisata "Trail of Civilization" akan diikuti oleh negara-negara seperti China, Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, dan Vietnam.
Bentuk paket wisatanya salah satunya adalah pertunjukan sendratari. Arief menjelaskan jika daya tarik utama Candi Borobudur adalah bangunan candi itu sendiri. Ia berharap dengan adanya paket wisata "Trail of Civilization" itu, wisatawan tak hanya datang ke Borobudur hanya untuk melihat candi saja.
Kementerian Pariwisata sendiri mencatat ketimpangan jumlah kunjungan wisatawan ke Candi Borobudur dibandingkan dengan Angkor Wat (Kamboja). Data kunjungan wisatawan mancanegara pada 2014 menunjukkan perbedaan kunjungan lebih dari 2 juta wisatawan.
Candi Borobudur dikunjungi sebanyak 254.082 wisatawan sementara Angkor Wat dikunjungi sebanyak 2.350.000 wisatawan. Arief menuturkan banyaknya pihak yang mengelola Candi Borobudur sehingga pengembangan menjadi terhambat dan jumlah wisatawan menjadi sedikit.
"Kementerian Pariwisata mau, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mau, PT. Candi (PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko) mau, pemerintah daerah juga mau. Belum UKM nya ada 4.000. Kalau di Borobudur hanya 250.000 wisatawan, berarti hanya 1/10 dari Angkor Wat. Apa yang salah? Salah di manajemen," katanya.
Ada pula kendala lain yang menghambat jika pemerintah ingin mempromosikan paket wisata "Trail of Civilization" ke negara-negara ASEAN maupun wisatawan non-ASEAN. Isu penerbangan langsung menjadi garis terdepan yang menghadang promosi paket tersebut.
"Sampai sekarang (Trail of Civilization) belum berjalan dengan efektif, di antaranya karena ketiadaan penerbagan langsung dari titik-titik tersebut," kata Deputi Bidang Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata, I Gde Pitana kepada KompasTravel di Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Penerbangan langsung tersebut misalnya dari Kamboja ke Indonesia, Laos ke Indonesia, dan negara-negara lain yang memiliki jejak peradaban Buddha. Pitana mengatakan wisatawan mancanegara (wisman) tersebut bisa-bisa pada akhirnya jadi kesulitan menjangkau Indonesia.
Tentunya kendala-kendala tersebut mesti diatasi demi promosi "Trail of Civilization" yang dapat meningkatkan kunjungan wisman. Arief mengatakan langkah pasti menghadapi kendala tersebut adalah dalam waktu dekat akan menyediakan terlebih dahulu penerbangan langsung ke Bandara Adi Soemarmo.
Sementara, untuk jangka panjang, pihaknya menunggu Bandara Kulon Progo diresmikan untuk dapat membawa wisman lebih banyak.
Kendala banyaknya manajemen di Candi Borobudur, Arief telah menargetkan terbentuknya manajemen pengelolaan tunggal bernama Badan Otoritas Candi Borobudur.
Pembentukan ini sebagai upaya mewujudkan Candi Borobudur sebagai destinasi utama bertaraf internasional sebagaimana telah ditetapkan Presiden Joko Widodo di Borobudur Magelang, Jumat (29/1/2019) petang.
"Dengan Badan Otoritas Borobudur ini maka pengelolaan Candi Borobudur akan dikelola secara terintegrasi, pertanggungjawabannya langsung kepada Presiden," kata Arief, usai rapat terbatas dengan sejumlah menteri terkait dan Presiden Joko Widodo di Hotel Manohara, komplek Taman Wisata Candi Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (29/1/2016) petang.
Dijelaskan, Badan Otoritas Borobudur yang ditargetkan jadi pada triwulan pertama 2016 ini akan bekerja di bawah koordinasi Menteri Koordinator Kemaritiman. Sedang Ketua pelaksananya oleh Menteri Pariwisata.
Menurut Arief, lembaga semacam ini telah diterapkan Kamboja dalam pengelolaan situs Angkor Wat. Hal yang sama juga dipakai oleh Malaysia, Spanyol dan negara-negara lain yang memiliki cagar budaya dunia.
Menurutnya, Candi Borobudur telah diakui di dunia sebagai candi terbesar dan tertua. Bahkan, pengakuan tersebut telah dikeluarkan oleh organisasi kebudayaan dari Perserikatan Bangsa-bangsa yakni UNESCO. Tentunya, dengan daya tarik tersebut, wisman tertarik untuk datang.
Dalam kaitan dengan paket wisata "Trail of Civilization", Indonesia memiliki daya tarik wisata religi Buddha yang begitu banyak. Beragam situs-situs arkeologi di Jambi, candi-candi Buddha, Patung Buddha Tidur, dan wihara-wihara bisa menjadi magnet bagi para wisatawan yang ingin menelusuri jejak-jejak peradaban Buddha.
Ketua Umum Asosisasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Asnawi Bahar menuturkan pasar paket wisata Trail of Civilization merupakan umat Buddha.
"Ini khususnya untuk menarik kunjungan wisatawan Buddha. Walaupun non Buddha bisa ikut juga nanti ikut," jelasnya saat dihubungiKompasTravel di Jakarta, Minggu (31/1/2016).
Ia mengatakan jika paket wisata "Trail of Civilization" ini bisa dijual dan mengalami kesuksesan, jumlah kunjungan wisatawan sekitar 10 persen dari target kunjungan wisatawan tahun 2015. Berarti, jumlah wisatawan yang datang karena paket wisata "Trail of Civilization" diperkirakan satu juta orang.
"Penambahan paling tinggi itu 20 persen. Itu kalau sukses dipromosikan dan dijual," ungkapnya.
Tentunya, dengan daya tarik wisata religi jejak peradaban Buddha tersebut bila dikemas dengan menarik dan dipromosikan baik akan mampu menarik satu persen kunjugan wisatawan penganut Buddha dari seluruh dunia yang konon menurut Arief mencapai 600 juta orang. Jika hal tersebut terjadi, maka target 20 juta wisatawan di tahun 2020 dari Presiden Jokowi pun bisa semakin mudah dicapai.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR