Nationalgeographic.co.id - Sudah banyak produksi vaksin COVID-19 oleh berbagai lembaga penelitian di seluruh dunia. Masalahnya, kehadiran produk pencegahan paparan virus ini harus berkutat dengan varian virus corona yang terus lihai bertahan hidup dan lebih menyerang.
Akibatnya para ilmuwan harus memastikan kembali apakah vaksin yang diproduksi dapat melawan berbagai varian yang muncul belakangan. Salah satunya adalah apa yang diusahakan para ahli molekuler di Kanada ini, dalam laporan temuannya di jurnal Molecular Therapy yang terbit 20 Oktober lalu.
Vaksin yang ditemukan itu dinamai TOH-Vac1, dengan pendekatan yang berbeda demi mengendalikan pagebluk. Sistem vaksin ini terbilang unik karena ia akan bereplikasi di dalam sel tubuh kita, yang tentu berbeda dengan berbagai vaksin COVID-19 yang disetujui oleh WHO.
"Kita perlu memanfaatkan setiap alat yang kita miliki untuk mengendalikan pagebluk ini, termasuk vaksin baru dengan keunggulan unik," ujar Carolina Ilkow, dikutip dari Eurekalert. Dia adalah salah satu peneliti dan seorang asisten profesor Department of Biochemistry, Microbiology and Immunology di University of Ottawa.
Mereka melaporkan, bahwa satu kali dosis TOH-Vac1 menghasilkan respons imun multi-cabang yang kuat setelah diuji pada tikus dan monyet. Pendekatan pembuatan vaksin ini dinilai aman, mudah diproduksi, dan harganya bisa lebih murah.
Selain itu penyimpanan, pengangkutan, dan kemampuannya diprogram untuk melindungi dari berabagai varian virus corona menjadi keunggulannya. Sebab, mereka menyadari bahwa "banyak negara juga menghadapi tantangan agar bisa mendapatkan cukup vaksin untuk menyediakan dua dosis di waktu yang tepat."
Awalnya, pengembangan gagasan vaksin ini datang dari sekelompok peneliti pascadoktroal, mahasiswa pascasarjana, dan teknisi penelitian. Kemudian para peneliti ini bekerja sama dengan Ilkow dan John C. Bell yang juga bekerja di Ottawa Hospital’s Cancer Centre.
Mereka yang semula berfokus untuk mengembangkan virus untuk melawan kanker, akhirnya memutar kemudi pada COVID-19 ketika pagebluk melanda. Apa yang mereka garap, akhirnya menyadari bahwa bisa disesuaikan untuk menciptakan vaksin melawan COVID-19 yang terus berkembang.
"Ketika pagebluk melanda, semua orang ingin ikut membantu. Inilah mengapa kami masuk ke keahliannya," terang Stephen Boulton, peneliti utama studi dari Ottawa Hospital Research Institute.
"Tim kami berkembang dengan memasukkan banyak peneliti dengan berbagai bidang keahlian, dan ini membantu kami mengembangkan vaksin yang sangat kuat. Ini adalah kolaborasi yang hebat."
Baca Juga: Infeksi dan Vaksinasi Menghasilkan Antibodi Varian COVID-19 Lebih Baik
Boulton dan tim menjelaskan, bahwa TOH-Vac1 ini didasari pada strain virus vaccinia (VV atau VACV). Virus vaccinia sendiri adalah sumber vaksin cacar modern yang sebenarnya sudah digunakan oleh WHO dan aman digunakan pada banyak orang.
Pada kasus vaksin baru ini, strain virus direkayasa secara genetik untuk menghasilkan protein lonjakan SARS-CoV2. Berhubung virus yang mendasarinya bisa bereplikasi, vaksin ini dapat menghasilkan respon imun yang kuat, termasuk sel T dan antibodi.
"Kami pikir ini penting untuk pengembangan respons imun yang lebih luas dan tahan lama. Itu juga membuat vaksin relatif mudah dibuat," ungkap Bell, rekan peneliti.
Baca Juga: Kenapa Vaksin Disuntikkan di Lengan Atas, Bukan Diminum seperti Obat?
Meski demikian, karena laporan ini dipublikasikan pada Oktober, mereka baru menyantumkan empat varian SARS-CoV-2 yang harus diperhatikan, sehingga belum ada pengembangan seberapa ampuh juga dalam tes untuk varian terbaru: omicron.
"Karena kemunculan varian baru SARS-CoV-2 terus meningkat, perlu untuk menilai risiko resistensi vaksin," tulis mereka. Untuk sementara mereka menjamin vaksin TOH-Vac1 memiliki respon antibodi yang kuat dibanding vaksin lainnya saat menghadapi empat varian.
Sementara vaksin ini juga bisa menghasilkan antobodi pentralisir bila digunakan sebagai dosis booster. Tapi di sisi lain, mereka tetap menunggu uji klinis untuk bisa lanjut kepada penerapan dan distribusinya.
Baca Juga: 'Paspor Vaksin' Pertama Gara-gara Demam Kuning di Gibraltar 1800-an
Source | : | eurekalert |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR