Penelitian melalui pengamatan langsung dan melalui kamera pukul 05.30 -08.00 WIB. Gerhana matahari sebagian membuat langit Cibinong hampir seperti petang menuju malam hari.
Saat itu, satwa nokturnal cenderung beraktivitas ketika sinar matahari meredup. Selepas gerhana, satwa khususnya kukang terlihat gelisah, mengurangi gerakan dan ada yang bersembunyi di bawah pohon karena cahaya matahari muncul lagi.!break!
“Kukang sebagai satwa nokturnal paling bereaksi saat gerhana. Mereka kembali bangun dan menunjukkan aktivitas seperti memanjat pohon dan menoleh kanan-kiri,” kata peneliti Laboratorium Nutrisi dan Penangkaran Satwa Liar Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Wartika Rosa Farida.
Adapun satwa diurnal yang aktif siang hari, seperti landak Jawa dan Sumatera, jelarang, bajing tiga warna, serta sugar glider, tidak begitu menunjukkan perubahan aktivitas. Mereka tetap aktif saat gerhana matahari sebagian (GMS) terjadi.
Sementara itu, peneliti burung Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Rini Rachmatika, melakukan dua metode penelitian dengan pemantauan kamera dan pengamatan langsung. Pengamatan melalui kamera pengintai pada burung kakaktua tidak menimbulkan perubahan aktivitas. Lain halnya dengan perilaku burung kakatua goffin (endemic Maluku) dan burung betet yang aktivitasnya menurun saat puncak GMS.
“Burung yang aktif pada siang hari ini merasa hari sudah malam sehingga kakatua yang mulanya terbang-terbang lalu berkoloni dan cenderung diam saat gerhana. Burung betet malah tidur kembali,” kata Rini.
Ia memastikan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi aktivitas burung-burung karena satwa itu sudah beradaptasi. Kalaupun terancam kehadiran manusia, biasanya burung akkatua akan menaikkan jambul dan ada vokalisasi suara. Jadi, satu-satunya yang berpengaruh adalah cahaya matahari.
Satwa kelompok reptile yang diamati di penangkaran, seperti kura-kura, biawak dan ular tidak menunjukkan perubahan perilaku saat terjadi gerhana.
Reptil-reptil in cenderung diam karena tidak ada perubahan suhu yang sebenarnya lebih berpengaruh pada aktivitas reptile.
“Tidak ada perubahan aktivitas, termasuk ular yang nokturnal. Hanya ada gerakan kecil pada kura-kura dan itu normal. Reptil sangat terpengaruh pada suhu lingkungan. Saat gerhana tak ada perubahan suhu yang berarti,” kata Evy Arida, peneliti Harpetofauna LIPI.
Pada saat pengamatan, peneliti mencatat perubahan suhu lingkungan beserta tingkat kelembabannya. Saat gerhana, suhu turun 1 derajat menjadi 24 derajat Celsius. Tingkat kelembaban lingkungan naik 10 persen dari 81 persen menjadi 91 persen.
Daerah GMT
Selain di Cibinong, Kepala Pusat Penelitian Biologi (CSC LIPI Hari Warsito memaparkan laporan pengamatan peneliti LIPI di beberapa tempat dengan gerhana matahari total (GMT), seperti di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah.
“Sempat ada kegelisahan pada satwa-satwa karena perubahan intensitas cahaya yang sangat cepat dari sebelum terjadi gerhana, pada saat gerhana dan sesudah gerhana. Ada yang aktif dan ada yang tidur,” kata Hari.
Laporan peneliti LIPI di daerah, hewan seperti babi berbaring seperti tertidur saat terjadi GMT di Sulteng, lalu kembali makan saat cahaya terang kembali. Maleo sebagai satwa endemik Sulteng diam ketika GMT. Menjelang GMT, maleo-maleo itu tampak gelisah. Gelapnya cahaya adalah waktu untuk tidur.
Beberapa serangga seperti kumbanng kotoran dan tonggeret, berhenti beraktivitas saat GMT dengan bersembunyi dan mengeluarkan suara rendah, seperti suara jangkrik pada malam hari. Adapun kodok bersembunyi dan bersahut-sahutan seperti perilaku alami jelang malam.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR