“Saya sudah menyaksikan Gerhana Matahari Total sebanyak lima kali di berbagai negara,” ujar Tsutabayashi sembari menyeka peluh. “Namun inilah gerhana terlama yang saya saksikan sepanjang hidup saya.”
Indonesia memiliki sejarah kecut tentang gerhana matahari. Jika Gerhana Matahari Total Juni 1983 melahirkan gegar budaya dan ketakutan warga, Gerhana Matahari Total Maret 2016 telah melahirkan gempita budaya di sebelas provinsi yang menjadi perlintasannya. Para pemangku kepentingan berupaya memanfaatkan momen semesta yang bersejarah sebagai wahana mempromosikan keunggulan destinasi wisata mereka. Namun, kita perlu berbangga bahwa sejatinya Indonesia telah menjadi tuan rumah gerhana sejak akhir abad ke-19.
Jelang siang nan terik di sebuah rumah pejabat militer yang berlokasi di samping bastion Fort Oranje. Saya berkesempatan berbincang dengan Anwar Husen, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Maluku Utara. Anwar mengatakan bahwa acara di Ternate ini sejatinya dipersiapkan hanya selama dua bulan.
“Gerhana Matahari Total bisa kita lihat dalam tiga perspektif,” ujar Anwar. “Pertama, dari perspektif agama gerhana adalah hukum Tuhan atau sunatullah, orang menyikapi ini dengan ritual agama. Kedua, gerhana menjadi peristiwa ilmu pengetahuan. Dalam momen ini para ilmuwan dan peneliti menjadikannya sebagai objek meneliti fenomena alam. Ketiga, bagi saya, ini adalah peristiwa pariwisata. Orang melihat keindahan fenomena alam ini sebagai sesuatu yang patut dijual dan memiliki nilai investasi dan nilai wisata.”
Menurut Anwar, peristiwa gerhana matahari mempunyai dampak yang luas di sektor pariwisata di Maluku Utara. “Target wisatawan mancanegara di Maluku Utara pada 2016 adalah 2.500 orang,” ujarnya bersemangat. “Namun, baru pada triwulan pertama tahun ini jumlahnya sudah 2.626 orang. Itu yang tercatat pada dinas.”
Semua pihak berharap bahwa gempita untuk menjadikan Maluku Utara sebagai destinasi wisata sejarah dan budaya, tidak hanya sekadar euforia sesaat lantaran peristiwa gerhana. Boleh jadi pada tahun ini, para pelancong membanjiri Maluku lantaran alasan geografi yang menjadikan kawasan itu sebagai titik pengamatan Gerhana Matahari Total terlama di Nusantara. Dalam jangka panjang, pembangunan sebuah kawasan destinasi wisata, tampaknya perlu sinergi serius antara kesiapan warga dan pemangku kepentingan, termasuk atmosfer kedamaian.
Saya kembali bersimpuh di sudut bastion Fort Tolucco sembari mengingat kembali perkataan Sultan Khairun sebagai penguasa Ternate abad ke-16, kepada Frans Xavier, penyebar Katolik di Maluku. “Orang Kristen dan Islam menyembah Tuhan yang sama," kata Khairun, "dan suatu ketika kelak semuanya akan dipersatukan dalam iman.”
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR