Nationalgeographic.co.id—Guna mengurangi gejala depresi pada seseorang salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan psikoterapi tatap muka. Berdasarkan hasil studi baru, perawatan berbaris komputer dan gawai (smartphone) tampaknya efektif untuk mengurangi gejala depresi.
Dilansir dari Medical Xpress, meskipun cara ini masih belum jelas apakah akan seefektif psikoterapi tatap muka, cara ini menawarkan alternatif yang menjanjikan. Apalagi kebutuhan untuk kesehatan meningkat seiring dengan pandemi COVID-19.
“Tahun 2020 menandai 30 tahun sejak makalah pertama tentang intervensi digital untuk pengobatan depresi diterbitkan,” kata Isaac Moshe, MA penulis utama studi ini.
“Ini juga menandai titik perubahan yang tidak tertandingi dalam konversi layanan kesehatan di seluruh dunia dari tatap muka ke solusi digital jarak jauh sebagai respons pandemi COVID-19,” lanjutnya.
Hasil studi telah dipublikasikan dalam jurnal Psychological Bulletin dengan judul Digital interventions for the treatment of depression: A meta-analytic review. Intervensi digital biasanya mengharuskan pasien untuk masuk ke program perangkat lunak, situs web, atau aplikasi untuk membaca, menonton, mendengarkan dan berinteraksi dengan konten yang terstruktur.
Individu kerap menerima tugas yang berkaitan dengan modul dan secara teratur menyelesaikan kuesioner yang diberikan secara digital. Kuesioner ini relevan dengan masalah yang dihadapi. Hal ini memungkinkan dokter untuk memantau kemajuan dan hasil pasien dalam kasus di mana intervensi digital mencakup dukungan dari manusia.
Menurut Isaac Moshe, intervensi digital tidak sama dengan teleterapi yang mendapat banyak perhatian selama pandemi. Teleterapi menggunakan konferensi video atau layanan telepon untuk memfasilitasi psikoterapi.
“Intervensi digital telah diusilkan sebagai cara untuk memenuhi permintaan perawatan psikologis yang belum terpenuhi. Ketika intervensi digital semakin diadopsi dalam sistem perawatan kesehatan swasta dan publik, kami mulai memahami apakah perawatan ini sama efektifnya dengan terapi tatap muka biasanya. Sejauh mana dukungan manusia berdampak pada hasil dan apakah manfaat yang ditemukan di pengaturan lab ditransfer ke pengaturan dunia nyata,” jelasnya.
Dalam studi ini para peneliti melakukan meta-analisis dari 83 studi yang menguji aplikasi digital untuk mengobati depresi sejak tahun 1990. Melibatkan total lebih dari 15.000 peserta, 80 persen orang dewasa, 69,5 persen wanita.
Semua penelitian adalah uji coba terkontrol secara acak yang membandingkan pengobatan intervensi digital dengan kontrol tidak aktif, misalnya, kontrol dalam daftar tunggu atau tidak ada pengobatan sama sekali atau kondisi perbandingan aktif (pengobatan seperti biasa atau psikoterapi tatap muka) dan terutama difokuskan pada individu dengan gejala depresi ringan sampai sedang.
Secara keseluruhan, para peneliti mendapati bahwa intervensi digital memperbaiki gejala depresi. Hanya saja, efeknya tidak sekuat yang ditemukan dalam meta-analisis serupa dari psikoterapi tatap muka. Tidak ada cukup penelitian dalam meta-analisis saat ini untuk secara langsung membandingkan intervensi digital dengan psikoterapi tatap muka. Peneliti tidak menemukan penelitian yang membandingkan strategi digital dengan terapi obat.
Treatment dalam bentuk digital yang melibatkan komponen manusia, baik dalam bentuk umpan balik pada tugas atau bantuan teknis adalah yang paling efektif dalam mengurangi gejala depresi. Mungkin sebagian dijelaskan dengan fakta bahwa komponen manusia meningkatkan peserta akan menyelesaikan intevensi secara penuh dan kepatuhan terhadap terapi terkait dengan hasil yang lebih baik.
Ada satu temuan yang membuat Moshe merasa khawatir. Ternyata, hanya sekitar setengah dari peserta yang benar-benar menyelesaikan perawatan. Angka itu bahkan lebih rendah 25 persen dalam studi yang dilakukan di dunia nyata tentang pengaturan perawatan kesehatan dibandingkan dengan eksperimen laboratorium terkontrol. Ini mungkin membantu menjelaskan mengapa perawatan yang diuji dalam pengaturan dunia nyata kurang efektif daripada yang diuji di laboratorium.
Pandemi COVID-19 berdampak besar pada kesehatan mental di seluruh dunia. Depresi diprediksi menjadi penyebab utama hilangnya nyawa karena penyakit di tahun 2030. Pada saat yang sama, hanya sedikit orang mendapatkan perawatan secara tepat. Penyedia layanan kesehatan yang terlatih pun masih kurang.
"Secara keseluruhan, temuan kami dari studi efektivitas menunjukkan bahwa intervensi digital mungkin memiliki peran berharga sebagai bagian dari penawaran perawatan dalam perawatan rutin, terutama bila disertai dengan semacam bimbingan manusia,” pungkas Isaac Moshe.
Baca Juga: Studi Baru: Lebih Banyak Duduk Memiliki Kaitan dengan Kesehatan Mental
Source | : | Medical Xpress |
Penulis | : | Maria Gabrielle |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR