Studi ini menunjukkan bahwa variasi detak jantung dan proses berpikir bekerja sama untuk memungkinkan penalaran bijak tentang isu-isu sosial yang kompleks. Suatu karya oleh Igor Grossmann, profesor psikologi di Waterloo, dan rekannya yang berbasis di Universitas Katolik Australia. Hasil penelitian ini dipublikasi dalam jurnal online di Behavioral Neuroscience.
Studi mereka mematahkan penelitian lainnya terkait kebijaksanaan dengan mengidentifikasi kondisi di mana dampak psikofisiologi memengaruhi penilaian sifat bijaksana.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa penalaran kebijaksanaan tidak secara eksklusif berasal dari pikiran dan kemampuan kognitif," kata Prof. Grossmann. "Kami menemukan bahwa orang yang memiliki tingkat variabilitas jantung lebih besar, dan yang mampu berpikir tentang masalah sosial dari sudut pandang menjauhkan menunjukkan kapasitas yang lebih besar untuk penalaran kebijaksanaan."
Penelitian ini memperluas penelitian sebelumnya pada dasar-dasar kognitif penilaian kebijaksanaan yang mencakup pertimbangan bagaimana dampak fungsi jantung pikiran. (Baca : Mengenang Pesan Bijaksana Maya Angelou)
Sebuah konsensus diantara para filsuf dan ilmuwan kognitif mendefinisikan penilaian kebijaksanaan mencakup kemampuan untuk mengenali batas-batas pengetahuan seseorang, menyadari konteks variasi hidup, cara mereka dapat mengungkapkan sesuatu dari waktu ke waktu, mengakui pandangan orang lain, dan untuk mencari rekonsiliasi sudut pandang yang berlawanan.
Studi terbaru merupakan yang pertama mengungkapkan bahwa fisiologi jantung, khususnya variabilitas denyut jantung selama aktivitas fisik yang rendah, berkaitan dengan kurang keberpihakan, penilaian kebijaksanaan.
Denyut jantung manusia cenderung berfluktuasi, bahkan selama kondisi stabil, seperti saat seseorang duduk. Tingkat variabilitas jantung mengacu pada variasi dalam interval waktu, antara detak jantung dan terkait dengan kontrol sistem saraf terhadap fungsi organ.
Para peneliti menemukan bahwa orang dengan detak jantung yang lebih bervariasi mampu untuk lebih bijaksana, tidak terlalu memihak terhadap masalah sosial, ketika mereka diperintahkan untuk merenungkan masalah sosial dari perspektif orang ketiga. Tetapi, ketika peserta studi diperintahkan menilai tentang masalah dari sudut pandang orang pertama, tidak ada hubungan antara denyut jantung dan penilaian kebijaksanaan muncul.
(Baca : Sikap Keadilan Anak-Anak Tergantung pada Negara Kelahiran)
"Kami sudah tahu bahwa orang-orang dengan variasi yang lebih besar dalam detak jantung menunjukkan kinerja yang unggul pada otak eksekutif yang berfungsi seperti memori kerja," kata Prof. Grossmann. "Namun, itu tidak berarti orang-orang ini lebih bijaksana,” ia menambahkan.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR